Bangku Kosong di Sudut Ruang Ujian

Sabtu (22/3) ini hari ke-enam pelaksanaan Ujian Akhir Sekolah (UAS). Sesuai jadwal, saya mendapat tugas ngawas di hari itu. Sesaat setelah bel masuk, kaki ini pun melangkah. Berjalan melewati kerumunan siswa, mengayun menaiki dua kali anak tangga. Melewati sebuah lorong disisi kiri, melalui beberapa ruangan kelas. Tepat dua kelas paling ujung, dilantai dua, di ruang sebelas tempat saya mengawas. Beberapa siswa sudah menunggu disana. Duduk rapi di belakang meja.

Sembari menunggu, siswa lainnya menyusul masuk. Meskipun masih ada bangku yang kosong, lembaran soal dan jawaban saya bagikan untuk menghemat waktu. Maklum, hari ini ujian IPA. Lumayan menguras isi pikiran. Lumayan menghabiskan waktu, sehingga harus menghemat waktu.
Masih tersisa dua bangku kosong disana, ketika saya selesai membagikan soal dan jawaban. Keduanya ada dibaris paling pinggir sebelah kiri. Satu di baris nomor dua, dan satunya di paling belakang. Persisi di sudut ruangan. “Ini bangku yang kosong biasanya masuk? Tanya saya pada siswa terdekat dengan bangku kosong dibarisan depan. “Ada pak, mungkin terlambat”, jawab siswa itu. Saya pun mengangguk dan melanjut ke meja untuk merekap absen.
Beberapa huruf tertulis diatas kertas absen, satu siswa dimaksud datang. Langsung mengisi bangku kosong dibarisan nomor dua tadi. Berarti tinggal satu lagi pikir saya. Yang diujung, disudut ruangan. Saya pun kembali menunggu, sambil mengedarkan lembaran absen kesetiap meja.
Kelas yang hari ini saya awas adalah XII TKR 2. Kebetulan saya masuk 2 jam perminggu disana. Sehingga hari ini, mereka tertib. Di kelas ini, 2 hari sebelum ujian, tertimpa musibah dan harus kehilangan satu orang rekannya. Kabarnya, ia mengalami kecelakaan tragis.
Salah seorang rekannya menjelaskan. Kamis malam jum’at waktu itu. Pukul 11 malam tepatnya. Pada kondisi gelap gulita karena listrik padam, temannya yang mengalami kecelakaan itu beranjak pulang kerumahnya di Belawan. Tepat melintas di jembatan, tepatnya dikawasan Panah Hijau, temannya yang mengendarai Supra X tahun 2005 berwarna hijau itu hendak mendahului sebuah truck pengangkut material bangunan yang katanya hari itu tanpa muatan. Namun malang nasibnya, karena mengambil jalan terlalu ke kanan, dan tanpa lampu depan, dalam kondisi yang gelap gulita, muncul pengendara sepeda motor lainnya dari arah berlawanan.
Dan seperti yang diduga. Tabrakan hebat terjadi. Masing-masing korban terlempar ke sisi kiri jalan. Namun naas bagi sang teman, disaat bersamaan, truck yang tanpa muatan tadi melintas. Dan, sesaat kemudian, tubuh teman itu terlindas.
Tragis. Kondisi sang teman mengenaskan. Kepalanya hancur hingga isi kepalanya keluar. Tidak hanya itu, bagian kepala yang terlindas tadi terpisah di beberapa bagian. Sehingga sang teman, meregang nyawa di tempat kejadian.
Menurut rekannya, kepala sang teman tadi harus di rekonstruksi agar bisa disatukan kembali. Itupun, katanya, masih susah untuk dikenali. Dibelakang bagian kepalanya, harus diisi dengan kapas, agar terlihat tidak penyok. Dan isi kepalanya, terpaksa dipisah diluar. Diletak pada kantongan plastic. Karena kondisinya yang hancur. Termasuk ketika akan dikebumikan.
“Ini absennya pak”, ucap seorang siswa yang berada dibarisan belakang, disebelah bangku kosong tadi. Saya pun bergegas, menjemput lembaran absen. Semua sudah menandatangani daftar hadir itu, kecuali satu.
“Yang gak hadir ini semalam datang?” Tanya saya kepada siswa tentang pemilik bangku kosong itu. “Loh, itu kan bangkunya Gilang pak, yang meninggal karena kecelakaan itu, yang kami ceritakan sama Bapak”, ucap Bagus Prasetyo, siswa yang seminggu lalu menjelaskan detail kejadiaan naas itu kepada saya.
“Astaghfirullah”, ucap saya spontan. Rupanya dia. Gilang Ramadhan. Siswa pendiam pemilik nomor ujian 220 itu. Gilang yang dikenal temannya sebagai jago lukis dan gambar ternyata pemilik bangku kosong disudut ruang ujian itu.
“Kok saya gak nalar dari tadi ya”, ucap saya lirih sambil melihat lembaran absen itu. Gilang Ramadhan nama lengkapnya. Ia pergi meninggalkan duka bagi keluarga. Ia pergi meninggalkan keceriaan bagi sesama rekan. Ia pergi meninggalkan luka mendalam bagi semua. Ia pergi justru disaat-saat akhir menjelang kelulusan.
Untuk menghormati almarhum, saya sengaja menulis namanya pada lembaran absen, beda dengan pengawas sebelumnya yang sengaja membiarkannya kosong. Mudah-mudahan ia tenang disana. Mendapat tempat di sisi-Nya. Rest in Peace Gilang.



No comments