Ketika Listrik Tak Lagi Padam, Nyamuk pun Jadilah

Pagi ini begitu dingin. Bahkan semakin menusuk tulang ketika memasuki Binjai. Hari ini, Kamis (20/3). Suasana senyap terasa ketika memasuki lokasi kerja. Padahal aktivitas berjalan seperti biasa, normal.

Biasanya, suasana begitu sibuk dan hiruk pikuk. Ramai dan sibuk dengan urusan kerja. Hiruk pikuk dengan gelontoran gosip, info, dan kabar yang paling aktual. Namun kini yang terlihat hanya sibuknya. Hiruk pikuknya entah kemana.
Dan biasanya lagi, disetiap datangnya pagi, persisnya ketika aktivitas menjelang, selalu ada yang mengumpat. Tidak jarang juga sumpah serapah. Sebelas dua belas dengan kekesalan. Apa pasal?
Apalagi kalau bukan padamnya listrik. Memang sejak penghujung 2013 lalu, Medan dan sekitarnya dihantam badai krisis listrik yang hebat. Akibatnya, pemadaman bergilir. Durasinya dan frekuensinya pun tidak kalah hebatnya. Mencapai 2-3 kali sehari, dengan rata-rata 2-3 jam.
Jadi bisa dibayangkan, setiap hari masyarakat Medan harus puasa listrik selama 6-9 jam perhari. Bisa dibayangkan pula betapa resahnya. Betapa gelisahnya. Betapa susahnya. Dan betapa betapa lainnya.
Rupanya, kini, Medan dan sekitarnya memang sudah adem ayem. Adem di dunia nyata, dan ayem di dunia maya. Dalam sehari, paling tidak, selalu saja ada caci maki buat PLN. Dan paling tidak selalu ada “nyanyian” untuk PLN. Tidak peduli betapa beratnya perjuangan PLN untuk memasok listrik hingga keadaan kembali normal.
Sejak Rabu malam memang, kami, pelanggan PLN sudah bersiap-siap menunggu “jatah” pemadaman. Berbagai skenario sudah diambil jika memang terjadi. Demikian juga dengan warga Medan lainnya. Paling tidak itu yang beredar di dunia maya. 
Seperti akun salah seorang teman yang menagih janji PLN terhadap datangnya pemadaman. 
“Menanti Pemadaman Listrik PLN....
Ayyooo PLN...
Mana Janjimu...??
Kata'a Mau Melakukan Pemadaman Setiap Hari....
Dah Ditungguin Pun, Kok Gak Padam2...
Ntar Dosa Lo Kalo Gak Ditepati.... Hayyooo...”
Begitulah kira-kira isinya. Namun, hingga larut malam menjelang, pemadaman juga tak kunjung datang.
Rasa was-was dan khawatir muncul jikalau pemadaman terjadi saat pertandingan Liga Champion Eropa. Betapa nestapanya penggila bola itu. Namun kembali, pemadaman yang dikhawatirkan tak jua tiba.
“Ternyata ini penyebab hilangnya hiruk pikuk itu”, pikirku. Dan ternyata, hari Rabu itu, disisi lain kota Medan, Direktur PLN dan segenap pihak terkait berkumpul membahas krisis listrik di Medan. Hasilnya pemadaman bergilir akan segera berakhir karena pemeliharaan Gas Turbin (GT) 22 di Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Sektor Belawan sudah siap.
Menurut Direktur PLN, Nur Pamudji, untuk menerangi Medan, GT 22 Belawan memberikan pasokan dari gas turbinnya sendiri sebesar 140 MW. Karena GT 22 ini menghasilkan panas, kemudian digunakan untuk membangkitkan uap, dan dari uapnya didapat lagi 60 MW. Jadi bisa dapat antara 140 MW hingga 200 MW. Sebelumnya GT 21 sudah beroperasi Januari 2013.
Selain dari GT 22 Belawan, sebanyak 70 MW dari PLTU Nagan Raya II mulai masuk sejak Selasa (18/3). Kemudian secara perlahan dinaikkan kapasitas terpasangnya hingga diperoleh 110 MW. Kemudian diharapkan lagi sebesar 110 MW dari PLTU Nagan Raya I.
Selanjutnya yang akan segera selesai, adalah pasokan dari PLTU Pangkalan Susu berkapasitas 2x220 MW. Namun hingga saat ini belum juga sinkron karena terkendala di pemasangan tower akibat belum selesainya permasalahan pembebasan lahan dengan warga.
Keterangan orang nomor satu di PLN itu memang menyejukkan. Minimal intensitas dan frekuensi pemadaman bisa ditekan seminimal mungkin.
Namun namanya menungso (manusia-bahasa jawa), hidup seperti kurang asyik rasanya jika tidak ada yang disalahkan. Ketika listrik tak lagi padam, akan muncul objek lain yang menjadi sasaran kekesalan. Seperti yang beredar di dunia maya. Cuaca yang gerah, nyamuk yang berkeliaran jadi target kekesalan selanjutnya.
Jadi teringat Manufacturing Hope-nya Dahlan Iskan. Pada salah satu edisi, Abah pernah menceritakan dampak kesuksesan transformasi PT. Kereta Api Indonesia terhadap materi liputan wartawan. Dulu, ketika PT. KAI masih menggunakan sistem manajemen kuno, selalu menjadi ladang liputan pewarta. Apalagi memasuki musim mudik.
Mulai dari calo, terlambatnya jadwal kereta, gerbong yang penuh sesak, pemudik yang menginap di stasiun, hingga tergencetnya penumpang ketika masuk di areal peron, dan sebagainya. Namun ketika PT. KAI berbenah, ketika tidak ada lagi materi liputan yang mendongkrak dan mengisi headline utama, maka aquarium di stasiun menjadi liputannya.
Dan sepertinya, itulah yang terjadi kini. Ketika tidak ada lagi caci maki, umpatan, dan sasaran kekesalan setelah PLN menerangi, maka nyamuk pun jadilah.


No comments