Mobil Angkutan Rasa F1


Ini mungkin hal biasa bagi warga Jakarta. Namun tidak bagi tamu Ibukota. Dan kami, termasuk orang yang paling beruntung bisa mendapat pengalaman luar biasa itu: merasakan sensasi  F1 Grand Prix. Sirkuitnya: jalanan padat ibukota. Mobil balapnya: angkutan.

Jalanan Jakarta memang selalu padat. Termasuk siang itu. Lama tak ketemu taksi, kami akhirnya memilih angkot, menuju tempat belanja yang katanya cukup lengkap itu. Maklum, 3 hari pelatihan hingga larut, pikiran rasanya kalut. Perlu refreshing.

Menuju kesana, kami tak bisa hanya dengan naik satu angkot. Perlu naik satu lagi, dengan jurusan berbeda. Angkot pertama, berwarna merah. Rutenya Kota-Kamal.

Secara umum, angkot di Jakarta, mirip-mirip dengan yang di Medan. Ada bangku tempel, ban serep di bawah kursi penumpang, juga tanpa kaca pembatas. Termasuk ruang kabin yang bau bensin.

Merah Ferrari Angkot Pertama

Tak harus menunggu lama untuk merasakan sensasi balapan F1. Baru beberapa menit di atas jok, sopir yang kelihatannya masih muda itu, menunjukkan naluri balapnya kepada kami.

Sepertinya ia dari Jawa. Kepalanya dibalut kain penutup, yang bercorak batik. Tapi siapa sangka, ia ternyata tipe pengendara Finlandia. Yang lupa menginjak rem jika sedang berkendara. Angkot berjenis Suzuki Carry itu, dibuat ngacir, meliuk-liuk di antara rapatnya pengguna jalan.

Sopir itu memang hebat. Mobil tua yang sudah masuk usia uzur itu, mampu terus tancap gas. Akselerasinya tak hanya mampu melewati Bajai dan Bemo, namun juga sedan Camry dan Alphard.

Cara bang sopir mengejar kendaraan lain, persis seperti Kimi Raikkonen. Yang melewati mobil di depannya dengan jarak cukup dekat. Bahkan bisa dibilang tipis. Kalau tak mahir, bisa-bisa, moncong Carry itu, bisa mencium bumper kendaraan lain di depan.

Itu belum lagi jika ternyata, ada kendaraan lain di depannya. Supir itu akan nge-rem mendadak. Untuk kemudian, melewati dari arah lain, dengan akselerasi yang tinggi. Kami yang ada di dalam, sport jantung.

Biru Muda Angkot Kedua

Kami harus berganti angkot ketika sampai di jembatan Kota Intan. Kali ini tipe mobilnya KIjang, berwarna biru muda. Meski umur angkot itu lebih muda dari yang pertama, namun sepertinya kurang terawat. Bunyi grok-grok ­jelas terdengar, terutama ketika pergantian persenelling.

Supir angkot itu dari Betawi. Asli. Logatnya kental dan fasih. Saya seperti sedang menonton sinetron Si Doel saja. Terutama ketika dia berdialog dengan petugas pom saat isi bensin. Usianya pun sepertinya masih muda.
Supir yang ini tak kalah ganas. Banyak kehilangan waktu ketika macet, dia lampiaskan saat jalanan sedikit lengang. Puluhan kendaraan pribadi lewat ditebas, nyaris tanpa perlawanan. Baginya, waktu itu sangat berharga, bahkan untuk sepersekian detik saja.

Gaya mengemudinya, kurang lebih sama seperti supir angkot merah tadi. Membuat penumpangnya mual. Pendam gas ketika jalan kosong, rem dalam-dalam ketika macet, untuk kemudian pendam gas lagi. “Gilak-gilaknya supir angkot di Medan, lebih gilak (cara membawa angkot) supir di sini lagi,” kata satu rombongan saya.

Angkot biru itu pula yang mengantarkan kami persis di depan ITC Mangga Dua.

Hijau Si Roda Tiga

Ketika akan pulang, kami tetap pada niat awal. Mencari taksi. Namun setelah lama tak muncul, sementara waktu ke bandara sudah dekat, Bajai hijau jadi pilihan.

Angkutan ini termasuk baru. Kata pengemudinya, belum genap satu bulan Bajai itu ia terima. “Bajai ini berbahan bakar gas. Belum satu bulan saya gunakan,” kata bang supir dengan logat Tegal.

Kami kira, naik Bajai membuat perjalanan nyaman. Minimal tidak terlihat ugal-ugalan, seperti dua angkutan pertama tadi. Tapi ternyata pikiran kami salah. Bajai ini malah lebih gesit.

Memanfaatkan bodinya yang ramping, abang supir Bajai malah kalap. Tangannya dengan lincah meliuk kanan-kiri. Senada dengan gerakan bahunya yang naik turun. Sementara hidung Bajai, acap kali hampir menyeruduk kendaraan di depannya.

Apalagi saat tahu, bahwa arah yang kami tuju salah. Ia malah tancap gas, ambil jalan potong, dan meng-over lap kendaraan di depannya. Persis seperti balap F1. Benar-benar sensasi luar biasa.

Anda penasaran? Monggo dirasakan.



No comments