Sebuah Harapan Di Hari Pahlawan: Menanti Kebijakan Heroik
Sudah 69 tahun peristiwa itu. Saat ribuan pejuang dan
syuhada harus mati syahid membela keberlangsungan bangsa dan negara, Indonesia.
Suatu peristiwa berdarah di Surabaya, yang membelalakkan mata kita sebagai warga
negara. Yang seolah menantang nasionalisme kita: Akankah (kita) bersedia
mempertaruhkan segalanya, demi Indonesia?
Tentu, jalan perjuangan di masa kini memang lain. Kondisinya
tak lagi mengharuskan kita untuk angkat senjata. Namun demikian, tetap saja,
sebagai warga bangsa, kita harus menjunjung tinggi rasa nasionalisme itu. Yang meletakkan
segalanya, jauh di atas kepentingan
pribadi, apalagi golongan.
Semua rakyat rasanya setuju akan itu. Apalagi di tengah
gegap-gempitanya pemerintahan yang baru. Pemerintahan yang selalu dielu-elukan:
Pemimpinnya berasal dari rakyat, yang bertindak di bawah amanat konstitusi,
juga kehendak rakyat.
Kini, sebagai bagian dari rakyat, tidak ada salahnya kita
melihat, menilai, dan jika boleh mengkritisi. Apakah tindak-tanduk pemerintahan
yang baru ini, mengedepankan kepentingan
rakyatnya. Dengan mengambil kebijakan patirotik nan heroik. Yang mendahulukan
kepentingan nasional jauh di atas kepentingan pribadi dan golongan. Hingga menendang
jauh kepentingan asing. Inilah makna kepahlawanan yang sebenarnya itu.
Sering saya lihat pada film perjuangan semasa kecil dulu. Saat
ada beberapa orang, yang dicap sebagai pengkhianat bangsa. Mereka ini,
menggadai informasi penting kepada asing, penjajah. Hingga merugikan bangsanya
sendiri. Pengkhianat ini, mengambil keuntungan, diatas penderitaan saudara-saudaranya
sendiri. Nauzubillah.
Menurut saya, disinilah letak pergeseran makna heroik itu. Siapa
saja bisa menjadi patriot, asal membela kepentingan bangsanya. Bukan sebaliknya.
Kembali lagi kepada kehidupan berbangsa dan bernegara. Harapan
besar rakyat kembali muncul pada era kepemimpinan yang baru. Rakyat menunggu,
akankah elit menjadi heroik. Dengan mengambil kebijakan yang bisa digunakan
bagi seluas-luasnya kemakmuran rakyat, atau malah sebaliknya?
Kita harus sama-sama
menyaksikan. Akankah suara rakyat yang merupakan ‘suara Tuhan’ itu digunakan
pada jalan yang benar. Mengambil kebijakan yang heroik demi kemakmuran
rakyatnya. Menjunjung tinggi nasionalisme dengan keputusan-keputusan strategisnya. Seandainya itu terjadi, harus diberi apresiasi.
Dan kita juga harus berani berteriak. Saat ada elit yang
mencoba-coba menjadi pengkhianat. Seperti film yang saya tonton semasa kecil
dulu. Yang menggadai sekecil apapun harta warisan bangsa untuk kaum asing. Karena
jika itu terjadi, pengadilan rakyat akan menghakiminya. Namun, jika itupun
akhirnya luput, masih ada pengadilan Tuhan di akhirat sana.
Post a Comment