Aura Comulunimbus Di Jidad Ferry

Inilah gunanya teman. Saling mengisi ketika ide lagi pas-pasan. Atau mendongkrak stimulus ketika semangat hampir terjun bebas. Seperti yang dicurahkan Ferry kepada saya.

Sadar sedang memasuki periode sulit, Ferry mengeluarkan jurus-jurus saktinya. Kami yang sedang terseok-seok membangun bisnis media cetak di bidang pendidikan, tak ingin bernasib sama seperti yang sering disampaikan Abah, Dahlan Iskan: “Jangan sampai beritanya hebat, tapi medianya sekarat.”

Demi menghindari itu, sebagai tim, kami terus-menerus mencari terobosan baru. Termasuk dengan cara-cara yang ekstrem. “Bila perlu sampai berdarah-darah,” gugah Ferry. Seperti yang siang itu ditunjukkan kepada saya.

Tiba-tiba saja pesan BBM-nya masuk ke android saya bertubi-tubi. Seperti tanpa putus memuntahkan ide-ide. Yang menurut saya brillian, meski memang, butuh pengorbanan. ‘Berdarah-darah.’

Ferry yang saya kenal selalu adem, dan rutin mengikuti ide dan perintah saya, kini berbalik kemudi. Isi pesannya siang itu, seperti memunculkan harapan baru bagi media ini. Optimisme pun muncul. Apalagi sasarannya jelas. Alur taking profit nya pun masuk akal. Tidak seperti yang kami  jalankan selama ini.

Maka seketika itu juga saya balas dengan cukup satu kalimat saja. “Oke, kita jalankan.” Sebab, itu sudah cukup. Karena saya sudah melihat aura awan comulunimbus di jidadnya. Awan yang mengandung badai, petir, dan dengan warna kemerahan. Yang cukup untuk membasahi mayapada yang kering.


Mudah-mudahan saja. Usaha kita ini berhasil kawan.

No comments