Mobnas, Pilih Mikir Cara Bedjo Atau Tedjo?



Runing Text Trans 7 hari ini menulis besar-besar: “Wacana Mobil Nasional & Proton jadi perbincangan publik.” Menyikapi itu, saya sedang tak ingin latah untuk ikut memperbincangkannya. Saya lebih memilih untuk memikirkan. Tapi cara berpikirnya yang Bedjo (seperti dipopulerkan Alm Bob Sadino), bukan dengan cara yang Tedjo (sering dikonotasikan oleh media cetak, online, dan sosial sebagai: nggak jelas).


Yang saya pikirkan kira-kira begini: “Lah kok bisa ya, (anak-anak bangsa) kita yang sudah mampu bikin mobil yang berlipat-lipat kali canggihnya, tapi menggandeng negara yang baru kemarin jadi produsen. Konon lagi dengan pemasaran yang katanya masih melempem.”

Ada apa ini? Katanya ingin menonjolkan kemandirian bangsa. Katanya ingin berdiri di atas kaki sendiri, dalam segala hal, termasuk teknologi. Masak masih percaya sama si Jiran, yang baru saja menghina TKI kita. Kan aneh. Tapi sekali lagi, saya sedang tak ingin memperbincangkan.

Iseng-iseng saya coba membandingkan antara karya si Jiran dengan yang sudah dibuat para Maestro kita. Produk mereka ‘datar’. Biasa-biasa saja. Masih sama seperti yang kebanyakan diproduksi. Apalagi bahan bakar yang digunakan masih membutuhkan BBM.

Nah, kalau lalu melihat yang digarap Maestro mobil listrik kita? Seperti karya seni. Desain arsitektur yang bernilai tinggi. Lekuk disetiap sudutnya mengundang decak kagum. Apalagi jika ditilik dari sumber energinya yang nihil bahan bakar fosil. Jelas ini suatu keunggulan.

Lantas? Kenapa (proyek mobil nasional ) ini tidak memprioritaskan karya anak bangsa? Yang salah satu perancangnya (Ricky Elson) sudah jauh-jauh ‘pulang kampung’, demi kemajuan IPTEK di tanah air? Sekali lagi, saya hanya sedang memikirkannya.

Saya hanya berharap. Toh seandainya tetap bergulir, akan ada kebijakan strategis yang mengedepankan kemandirian. Yang memaksimalkan potensi (putra-putri terbaik) bangsa sebagai aktor utamanya. Bukan sebaliknya.


No comments