Antara Percaya dan Tidak, Inilah Penuturan Istri Saya Tentang Isu Kakek Sarung

Saya termasuk tipe orang yang tidak gampang percaya. Apalagi terhadap hal mistik berbau klenik. Namun penuturan istri saya beberapa hari yang lalu tentang isu kakek sarung, membuat saya sedikit membuka telinga.

Istri saya menuturkan kisahnya itu dalam perjalanan pulang, setelah makan malam di luar. Sambil terkekeh-kekeh saya mendengarnya. Meskipun tak dapat dipungkiri, saya merinding. Tapi demi gengsi, saya berusaha tegar. Malu dong, kalau kelihatan takut di depan istri. Apa kata orang Marelan nanti. Penasaran? Begini penuturan istri saya itu.


Mama (begitu istri saya menyebutkan dirinya) selalu lupa menyampaikan cerita ini ke Mas (panggilan istri kepada saya). Tapi karena tadi siang Kak Atik (tetangga saya, berasal dari daerah Binjai) cerita tentang isu Kakek Sarung, baru teringat kalau ada kejadian ini.

Malam itu papa belum pulang. Hanya ada Mama dan Dini (anak saya). Sekitar pukul 21.00, ketika mama membereskan ruang tamu, ada sesosok pria bersepeda. Menghampiri rumah kita. Mama waktu itu berada di ruang tamu. Pintu (kayu) rumah terbuka, sedangkan pintu besinya tertutup.

Dari luar si kakek menyapa: “Nak, tolong beli kain kakek lah. Lima ribu aja,” kata si Kakek. Beliau terlihat segar, mengenakan kaos putih, tanpa penutup kepala. Wajahnya tanpa janggut, hanya ada kumis tipis.

Kain yang ditawarkan ke Mama, diletakkan pada dinding pagar. Mama masih berada dalam rumah, dengan pintu yang masih tertutup.

“Kain apa kek? Kayaknya nggak lah. Belum butuh,” jawab Mama dari dalam rumah. Karena penasaran dengan rupa kain yang ditawarkan, Mama membuka pintu besi, namun tidak mendekat. Mama lihat kain yang ditawarkan itu. Bercorak batik, tanpa dilipat. Hanya dibiarkan (baca: dikuwel-kuwel) begitu saja.

Mama ketika itu belum mengetahui adanya isu kakek sarung ini. Sehingga belum ada tindakan antisipasi (sambil melirik ke arah saya, matanya seolah berbicara: papa pasti udah tahu duluan kan? tapi kenapa enggak cerita).

Setelah mengetahui rupa kainnya, Mama kembali masuk ke dalam rumah. Mama memang tak ada niat untuk membelinya. Tapi berkeinginan untuk memberikan kakek itu uang. Karena rasa iba. Mama lihat, orang yang setua itu, masih berkeliaran mencari uang.

Tapi ketika hendak kembali keluar rumah, si kakek hilang. Pergi entah kemana. Tanpa meninggalkan jejak. Ada sedikit rasa menyesal, kenapa tidak dari awal memberi uangnya itu. Kan masih sempat.
Nah, Mama jadi takut loh Pa. Seandainya aja tahu cerita itu. Mungkin udah Mama tutup aja pintunya, nggak berani buka kalau Papa belum pulang.

Mendengar cerita Mama, Kak Atik tertegun. Kata Kak Atik: “Untong nggak kau belik kain itu ya Del (panggilan istri saya).”

Setelah cerita itu, saya masih belum juga percaya. Ternyata fenomena kakek sarung yang saya tahu dari grup BBM, Fb, atau pun cerita-cerita siswa saya di Binjai, dialami oleh istri saya sendiri.

Atau jangan-jangan, kakek tersebut bukanlah kakek sarung yang dimaksud. Melainkan sosok kakek lain yang memang menjual lembaran-lembaran kain sebagai penopang hidupnya. Siapa tahu? Wallahu A’lam Bish-Shawabi.

Yang jelas, ini hanya cerita yang digelindingkan. Saya menyikapinya dengan mempertebal Iman. Iyyaaka Na’budu Wa Iyyaka Nasta’iinu. (sap)


1 comment:

  1. Semoga berita tentang Kakek sarong ini tidak benar adanya........
    http://forexsquashgametheory.blogspot.com

    ReplyDelete