Ketika Si Timi Demam, Dompetpun Ikutan Meriang

Beginilah ‘rezeki’ memelihara tunggangan tua. Harus rela berkorban saat kapanpun dibutuhkan. Seperti yang dialami si Timi, angkutan keluarga kecil kami. Demamnya kambuh, setelah lama sembuh.



Penyakit awalnya sih susah start. Karena jarang digunakan, biasanya saya ‘memanasi’ Timi. Minimal 5 menit sehari. Nah, pagi itu, si Timi ogah distart. Ngeblong. Nggak ada samberan sama sekali.

Diagnosa saya, mungkin karena kuat arus yang kurang dari baterai, atau pada motor starter. Setelah dicek, benar saja. Magnetic switchnya. Maklum. Sudah uzur. Usia Timi saja sekarang sudah 18 Tahun.

Dengan sedikit SST (Sikit-sikit Tokok), starter akhirnya hidup juga. Alhasil, si Timi bisa dibawa jalan. Demi mendapat perbaikan optimal, Timi saya bawa ke ahlinya, Sabtu pagi. Bengkel Om Darwis, yang berada di Kompleks Pondok Surya. Beliau ini mantan mekanik Timor, ketika masih jaya-jayanya dulu. Sehingga hapal betul, jeroannya Timor, mulai dari ban hingga baut plat nomor.

Melalui telepon, Timi dinyatakan sembuh oleh Om Darwis, menjelang Ashar. “Pas kali, bisa dibawa untuk malem mingguan,” pikir saya dalam hati.

“Grenggg…,” respon Timi, sesaat distart. Wajah saya ceria. Penyakitnya Timi sembuh. Setelah itu, segera saja saya jalan, menuju Medan Plaza. Rencana membeli sandal dan sepatu, membuat moncong Timi mengarah ke sana.

Namun, baru setengah perjalanan, saya merasakan ada sesuatu yang aneh pada Timi. Jarum penunjuk suhu tubuh si Timi naik terus. Sedikit di atas normal. ini jelas suatu masalah. Karena, jika dibiarkan, bisa-bisa air radiator mendidih. Bisa-bisa juga, aka nada asap putih mengepul dari dalam ruang engine.

Karena kekhawatiran-kekhawatiran itu, terpaksa saya pakai jurus ‘stop-and-go.’ Berhenti jika air pendingin tinggi, dan jalan jika sudah dingin. Akibatnya bisa dibayangkan. Betapa repotnya saya harus mencari momen untuk menepi. Di tengah padatnya arus lalu lintas di pusat kota ketika malam.

Diagnosa saya: kipas radiator tidak berputar. Penyebabnya: motor lemah, relay rusak, kabel terlepas, atau sekring putus.

Relay sengaja saya goyang-goyangkan ketika kami sudah masuk di pelataran Medan Plaza. Hasilnya, tetap saja: motor pendingin ogah berputar. Karena masalahnya hanya pada seputaran itu, saya coba konsultasi kembali, dengan Om Darwis.

“Udah, kau nyantai aja dulu. Sampai suhunya dingin, bawa kembali ke rumah (bengkel),” kata Om Darwis, dari ujung telepon.

Alhasil, pikiran saya pun tetap tak tenang. Sudah terbayang, bagaimana repotnya harus kembali ‘stop-and-go’ pada malam minggu begini. Sudah kebayang juga reaksi traveler lain, terutama bila saya menepi tiba-tiba.

Alhamdulillah, saya bisa juga tiba di rumah Om Darwis. Hampir pukul 22.30 waktu itu. Lampu 
rumahnya sudah mati. Tidak ada tanda-tanda aktivitas, dari luar. “Om, saya sudah diluar gerbang,” kata saya di telepon. Maklum, kalau harus mengetok pintu, takutnya membuat penghuni yang lain terganggu.

Sekitar 30 menit mencari akar masalah, kipas radiator si Timi akhirnya kembali berputar. “Salah satu kaki pada relaynya bengkok, jadi nggak tersentuh dengan konektornya,” kata Om Darwis. Wajahnya luamayan bisa sumringah, meskipun matanya mulai sayu, akibat jam yang memang semakin malam.

Setelah pamit dan menjalankan ritual (antara penjual dan pembeli), kamipun bergerak pulang. Sambil terus mengucapkan Alhamdulillah, dan memuji keikhlasan Om Darwis.

Dan pagi tadi, saat akan membawa Timi ke doorsmer, demamnya kambuh kembali. Selang bensinnya rembes. Ini penyakit lama yang muncul lagi. Besok, mau tak mau, saya harus kembali membawa Timi berobat. Untuk mengganti selangnya itu.


Maka, ketika si Timi demam, dompetpun akan ikut meriang. (sap)

No comments