Lulus, Tapi Belum Tentu Tamat

KEBIJAKAN penentuan kelulusan akhirnya diubah. Setelah selama beberapa tahun ini, pemerintah, melalui Ujian Nasional (UN), yang melakukannya. Dan mulai tahun ini, kebijakan penentuan kelulusan itu, diserahkan seutuhnya kepada satuan pendidikan.

Meskipun demikian, ada mekanisme tersendiri yang mengatur tentang penentuan kelulusan itu. Sekolah, harus menentukannya, melalui rapat Dewan Guru. Untuk dapat menyelenggarakan rapat penentuan kelulusan itu pun tak boleh sembarangan. Sekolah disyaratkan, agar terlebih dahulu menerima hasil UN peserta didik, dari dinas kabupaten/kota.

Rata-rata sekolah (SMA/SMK/MA-sederajat), baru bisa menerima hasil UN peserta didiknya pada hari Rabu (13/5). Karena hari Kamis-nya tanggal merah (libur), maka kebanyakan sekolah, menyelenggarakan rapatnya pada hari Jumat (15/5). Yang juga bertepatan dengan hari diumumkannya hasil kelulusan siswa.

Jadwal rapat yang rata-rata berbarengan itu, membuat kewalahan sebagian rekan-rekan guru. Apalagi jika yang bertugas pada lebih dari satu sekolah, termasuk saya. Alhasil, saya, dan sebagian rekan-rekan guru itu, harus bisa membuat keputusan bijak.

Saya sendiri, memohon izin pada salah satu sekolah, dengan mendelegasikan kepada seorang rekan. Dan memilih untuk menghadiri rapat penentuan kelulusan pada sekolah induk.

Karena penentuan kelulusan yang diputuskan melalui mekanisme rapat dewan guru, saya sempat menduga, bahwa akan terjadi tarik ulur yang luar biasa. “Pasti alot,” pikir saya. Sehingga saya mempersiapkan bekal khusus untuk itu. Rekap nilai dengan absensi kelas, serta catatan-catatan khusus tentang siswa sudah saya siapkan. Lengkap dengan data nilai Uji Kompetensi akhir, yang tersimpan rapi dalam laptop.

Tapi rupanya, alat-alat tempur yang saya bawa tadi, tak berarti banyak. Senjata-senjata saya itu, tak masuk pada kriteria penentuan kelulusan. Tapi tak apa, toh, ada syarat major yang sudah ditetapkan. Di antaranya, misalnya, memperoleh nilai baik untuk sikap dan perilaku siswa.

Meski begitu, tetap saja ada yang membuat suasana rapat ini bernuansa debat. Perihal standar kompetensi lulusan (SKL). Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menetapkan bahwa, nilai 55 menjadi SKL bagi siswa, terhadap mata pelajaran yang di UN kan.

Artinya, siswa yang mendapat nilai di bawah 55, dinyatakan belum memenuhi SKL. Sehingga diberikan pilihan,  apakah ingin melaksanakan UN ulangan atau tidak, pada tahun berikutnya.

Meskipun begitu, jika satuan pendidikan menyatakan lulus, si siswa tetap dapat menerima Sertifikat Hasil UN (SHUN), berapapun nilainya, dan tidak diwajibkan untuk mengulang. Sehingga tidak mempengaruhi kesempatannya, untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Tetapi, jika akhirnya nanti siswa memilih untuk ikut UN ulangan, maka setelah ujian ulang, siswa akan menerima sertifikat hasil perbaikan UN. Tak pelak, pembahasan tentang hal ini,  memunculkan sebuah istilah baru: Lulus, tapi belum tentu tamat.

Menentukan lulus tidaknya seseorang siswa itu rupanya terasa susah-susah gampang. Keputusan tepat harus dijatuhkan. Dan Alhamdulillah, kami bisa menghantarkan mereka 99,80%. Minus satu orang gagal yang lebih dulu mengundukan diri, dan tidak ikut UN.

Selamat bagi kalian yang sudah dinyatakan lulus. Selamat datang di kehidupan yang sebenarnya. Segera berbuat nyata, demi nama baik diri dan keluarga.

Manfaatkan usia muda. Pantang bersantai-santai. Segeralah Kerja Kerja Kerja. Demi Indonesia.


Suryaman Amipriono

No comments