Ramadan Pulang (Berlalu), Lebaran Datang, Semuanya Senang

Sahut-sahutan kalimat takbir selalu saja membuat saya terharu. Bahkan tak jarang membuat air mata berlinang. Tanpa sadar.


Kalimat suci yang menggemakan Kebesaran, Keagungan, dan KeEsaan Allah itu memang meresap teramat dalam. Haru dan bahagia menjadi satu. Tak ingin lepas dari ramadan yang akan pulang, atau tak sabar menanti syawal yang akan segera datang.

Ramadan memang akan selalu dinantikan oleh perindunya. Bagi mereka yang beriman, dihadapkan dengan ujian: berperang terhadap hawa dan nafsu. Jika lulus, akan mendapat gelar Taqwa. Mereka-mereka inilah yang keluar sebagai pemenang.

Kemenangan di bulan syawal itu disambut dengan suka cita. Dengan beraneka ragam corak dan warna. Berbeda-beda ekspresi dan gaya. Berjenis-jenis adat istiadatnya. Namun sebenarnya, inti perwujudan kemenangan itu hanya satu: Ucapan Rasa Syukur.

Bagi yang memiliki rezeki, biasanya akan habis-habisan membedah rumahnya. Dinding-dinding rumahnya dicat. Pintu-pintu dan jendelanya juga. Demikian pula dengan pagar hingga ke teras. 
Bagian dalam rumah pun tak luput dari bedah rumah itu. Sofa hingga kain gorden, semuanya diganti. Serba baru.

Ada yang menyikapinya dengan memasak makanan yang enak-enak. Biasanya membuat ketupat. Atau lontong. Meskipun ada juga yang membuat roti jala. Makanan-makanan ini, didampingi dengan lauk yang juga enak. Semisal opor ayam, atau rendang, tauco udang, dan sebagainya.

Perayaan pada malam kemenangan dilakukan di masjid. Jamaah mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil. Di beberapa wilayah, takbiran dilakukan secara keliling. Ada yang berjalan kaki, menggunakan kendaraan tradisional, ataupun kendaraan bermotor.

Sambil berpawai, mereka membawa obor, menggunakan sarung dan peci. Kendaraan-kendaraannya dihias. Dibuat menyerupai masjid, lengkap dengan kubah-kubahnya. Bagi mereka, cara seperti ini lah yang bisa mengambarkan luapan kegembiraan kemenangan di bulan ramadan itu.

Meskipun demikian, perayaan takbir keliling sering salah kaprah. Komponen masyarakat menafsirkannya secara berbeda-beda. Jauh dari makna sebenarnya. Pawai itu, kemudian berubah menjadi ajang ugal-ugalan di jalan. Berkendara tanpa mematuhi rambu-rambu lalu-lintas. Serta tidak menggunakan peralatan keselamatan berkendaraan.

Semua jenis kendaraan tumpah ruah di jalan raya. Mulai dari yang tak laik jalan, hingga yang baru saja diperbolehkan jalan (kendaraan baru). Pengendaranya pun terdiri dari beragam usia. Dari yang belum memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi), hingga yang sudah kadaluarsa SIM nya.

Mudik menjadi tradisi yang tak pernah lepas dari sejarah lebaran di Indonesia. Bayangkan, betapa repotnya mengatur 30 juta orang yang bermigrasi pada saat yang bersamaan. Mereka-mereka ini, bergerak dengan tujuan antar kota, antar pulau, atau antar provinsi.

Ada yang tujuan mudiknya jarak jauh, hingga antar provinsi. Ada juga yang jarak sedang, misalnya dalam provinsi. Namun ada juga yang jarak dekat, misalnya antar lintas kabupaten. Meskipun demikian ada juga yang tak mempunyai tempat yang dituju, namun tetap juga melaksanakan mudik. 

“Biar ngerasai mudik lebaran,” pikirnya.

Cerita kemenangan ramadan ternyata tak hanya yang indah-indah saja. Di luar sana, ada begitu banyak saudara kita yang belum beruntung, secara ekonomi. Mereka ini tak bisa memaknai kemenangan lebaran seutuhnya. Batin nya merasakan, namun lahirnya tidak.

Tak ada baju baru, sepatu baru, apalagi hp baru. Konon lagi untuk mengecat rumah, bisa menyisihkan cukup uang buat makan esok hari saja sudah bersyukur.

Salah satu didikan ramadan yaitu: peduli terhadap sesama. Apa nikmatnya merasakan sendiri tanpa berbagi? Apa enaknya perut kita sendiri yang kenyang sementara saudara kita masih kelaparan?.

Mereka juga berhak merasakan, sama seperti yang kita rasa. Ada hak mereka atas harta yang kita miliki. Islam mewajibkan penganutnya, yang melaksanakan puasa, untuk menunaikan zakat diri (fitrah).

Dari zakat itu, ada bagian-bagian bagi saudara kita yang belum beruntung. Bagian yang biasanya berupa uang, ataupun makanan pokok itu, bisa mereka gunakan. Untuk mencukupi kebutuhannya. Sehingga berkah lebaran juga bisa mereka rasakan.

Itulah indahnya Islam. Saat ramadan pulang (berlalu), dan ketika lebaran datang, semuanya senang.

Taqabbalallahu Minna Wa Minkum. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436 H.
Mohon Maaf Lahir dan Batin.
Suryaman Amipriono & Keluarga


No comments