Awal-awal Waktu Yang Penuh ‘Request’ dan Protes

Siapapun yang menangani bidang kurikulum akan menjadi sangat sibuk. Terutama ketika memasuki awal tahun ajaran baru ini. Hasil kerjanya begitu dinanti-nanti. Sehingga jangan harap senyum dari wajahnya ketika bekerja, kalaupun ada, biasanya untuk menghilangkan penat dan lelah.


Tulang punggung proses pembelajaran di sekolah-sekolah merupakan hasil kerja bidang kurikulum itu. Outputnya berupa jadwal belajar bagi siswa, jadwal mengajar bagi guru, daftar wali kelas, daftar piket, pembagian tugas tambahan, dan pembagian jam mengajar guru.

Ibarat pabrik, hasil-hasil inilah yang menjadi bahan baku produksinya. Proses belajar menjadi proses pengerjaannya produksinya. Sedangkan lulusan (siswa), menjadi produknya.

Namun tak mudah untuk membuat jadwal itu. Apalagi jika jumlah siswa dan rombongan belajarnya (rombel) banyak. Rombongan belajar itu merupakan satuan untuk jumlah kelas. Jika siswanya banyak, maka jumlah rombelnya biasanya akan semakin banyak pula.

Yang membuat bidang kurikulum itu harus terus berpikir keras adalah, meramu dan meracik menu jumlah guru, rombel, dan pelajaran, menjadi jadwal belajar yang ideal. Ideal karena tak ada benturan jadwal mengajar dalam satu kelas. Dan ideal jika sudah mengakomodir ‘request’ (permintaan) hari mengajar bagi guru tertentu.

Guru itu biasanya mengajar pada lebih dari satu sekolah. Meskipun tidak semuanya. Apalagi bagi yang mengejar kekurangan jam sertifikasi. Ini tidak hanya berlaku bagi guru yang berstatus PNS, namun juga bagi yang non PNS. Juga tak hanya bagi guru yang mengajar di sekolah negeri, namun juga di sekolah swasta.

Sehingga karena ‘njlimet’ itu, pekerjaan ini cukup menguras pikiran. Yang hobi merokok akan semakin berasap. Sedang bagi yang tidak, biasanya akan mulai menggaruk-garuk kepala.

Masalah baru akan dimulai, jika permintaan itu tadi sudah menumpuk. Pasti akan ada permintaan pada jadwal yang sama. Apalagi yang ‘request’ ini tak hanya satu orang. Melainkan banyak. 
Makanya pihak kurikulum biasanya memberlakukan aturan baku: “Kunci jadwal yang ada di sekolah induk, selebihnya, silahkan mengikuti jadwal sudah ada yang telah dibuat”

Maksudnya begini, agar jadwal bisa tersusun rapi dan sesuai waktu yang ditentukan, dahulukanlah jadwal yang telah dibuat oleh sekolah induk. Misalnya, guru A telah dibuatkan jadwal mengajarnya pada hari Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis di sekolah induk. Maka jika ia masih kekurangan jam mengajar, dan terpaksa harus mencari jam tambahan di sekolah lain, maka ia harus mengajar di luar jadwal yang telah dibuat sekolah induk itu tadi, yaitu Jumat dan Sabtu. Agar tak berbenturan dengan guru yang lain.

Karena banyaknya permintaan, maka ‘request-request’ itu biasanya tak 100% terpenuhi. Selalu saja ada yang tak terakomodir keinginannya. Karena pekerjaan menyusun jadwal pembelajaran ini susah-susah gampang. Seperti bermain domino. Jika ada satu saja yang digeser, maka yang lain juga harus tergeser. Jadwal terpaksa harus dibongkar. Untuk kemudian dipasang lagi. Jika ada perbaikan, maka harus dibongkar lagi. Begitu-begitu terus.

Bagi pejabat kurikulum yang tak mau ambil pusing untuk terus-terusan membongkar, biasanya jadwal akan dibiarkan begitu saja. Daripada menimbulkan efek domino yang lebih besar, lebih baik mengademkan guru yang tak tertolong tadi. Hasilnya ‘request’ tadi akan meningkat skalanya menjadi protes.

Tapi, seprotes-protesnya guru karena tuntutan perubahan jadwal mengajarnya tak terpenuhi, tak membuatnya sampai turun-turun ke jalan. Guru itu kan sisi humanismenya lebih besar. Masih banyak cara bijak untuk memperbaiki, dan mencari solusi.

‘Njlimetnya’ kerja kurikulum itu harusnya diapresiasi. Tak gampang loh, untuk membuat jadwal belajar seperti itu. Orang yang membuatnya mungkin saja tak tidur ketika mengerjakannya. Sehingga sebesar apapun niat kita untuk memrotes ‘request’ yang tak bisa dipoles itu, harus legowo. Pasti ada jalan keluar.

Melihat bagaimana repotnya pekerjaan itu, saya rasa belum sanggup untuk mengerjakannya. Dan jika saja ada penganugrahan gelar baru bagi pejabat bidang kurikulum itu tadi, maka saya akan memberi mereka gelar: Bapak/Ibu Kalender Pendidikan.





No comments