‘Kampanye’ Kecil dengan Tujuan yang Besar
Plong rasanya
setelah Senin kemarin. Jadwal menjadi pembina upacara ditunaikan dengan 2
agenda sekaligus. Pertama, tunai secara kewajiban. Kedua, ‘kampanye’
kecil-kecilan.
Saya memang sengaja mengagendakan untuk berkampanye pagi
itu. Kecil-kecilan. Jumlah massanya tak sampai 1000. Dengan harapan: menimbulkan
efek yang ‘luar biasa.’
Meskipun tidak lagi hot, tapi ini bukan materi yang basi.
Masih harus terus diperbincangkan, didiskusikan, dan dicarikan solusi: Hemat
BBM demi ketahanan energi.
Maka jadilah tema amanat Senin itu: Menciptakan generasi
pelopor hemat energi. Sebuah materi berisi, yang referensinya full berasal dari
Manfacturing Hope-nya Dahlan Iskan. Sebuah tulisan mingguan yang berisi
gagasan-gagasan hebat, ketika masih menjabat sebagai Menteri BUMN lalu.
Menyampikan materi ini, sebenarnya tak perlu menunggu hingga
mendapat kesempatan menjadi pembina upacara. Sebelum itu, saya getol menyampaikannya di kelas-kelas
yang saya ampu. Ini isu besar. Siswa-siswa harus tahu hal ini. Karena
menyangkut masa depan mereka juga.
Di depan hampir seribuan orang siswa, saya menyampaikan sebuah
kontradiksi. Dulu, sekitar zaman 1980-an, Indonesia memang dikenal sebagai salah
satu negara anggota OPEC. Lebih hebatnya: Negara pengekspor minyak. Tapi kini tidak lagi. Kita lebih dikenal
sebagai negara pengimpor minyak, yang rakus.
Berapa sebenarnya kemampuan produksi kilang-kilang minyak
kita? Kenapa harus mengimpor? Berapa besar uang yang harus disediakan untuk membayar
itu? Bagaimana selanjutnya?
Jawaban-jawaban ini lah yang saya persiapkan malam
sebelumnya. Dari Manufacturing Hope, serta referensi media online. Sehingga wajar,
kalau jawaban-jawaban itu membuat siapapun khawatir.
Pada usianya kini, siswa-siswa itu turut menjadi ‘drakula’
energi. Tanpa sadar. Coba saja lihat. Mereka asyik berkereta (sepeda motor). Melakukan
modifikasi yang tak seharusnya. Berkonvoi tanpa tujuan. Apalagi berfikir
tentang keberlangsungan ketersediaan BBM nya. Seakan tanpa beban.
Salah mereka? Saya menganggapnya bukan. Karena mereka mungkin saja belum mendengar informasi
ini. Maka ketika mendapat kesempatan itu, saya berinisiatif menyampaikannya.
Pun demikian ketika menjelaskan kenapa kita masih harus
terus mengimpor. Sebegitu besar jumlahnya. Dengan besar anggaran yang wow pula.
Sebagai gambaran, di depan mereka yang terus serius
mendengarkan, saya sampaikan bahwa besar nilai impor BBM kita perhari, melebihi
besar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Binjai tahun 2014. Mencengangkan.
Kemana uang itu? Habis terbakar. Adakah manfaatnya bagi
pendidikan mereka?
Retorika itu lah yang saya lempar. Sambil mengajak mereka
untuk menjadi generasi pelopor hemat energi. Dengan berbagai cara.
Dimulai dari lingkungan yang terdekat. Menantang mereka
untuk inisiatif. Melakukan inovasi, demi mengembangkan kendaraan yang hemat
energi. Seperti yang sudah pernah dilakukan. Mengembangkan kendaraan berbasis
energi listrik. Untuk menghilangkan ketergantungan terhadap BBM.
Post a Comment