Semangat Putri dan Dias Untuk Puluhan Ribu Siswa
Banyak yang
terharu. Dan rata-rata begitu. Apalagi ketika memasuki bagian akhir. Penonton membisu.
Serasa terbius. Gedung Olah Raga (GOR) Binjai yang biasa hiruk pikuk itu pun
hening. Hanya corong-corong sound system
saja yang masih setia bersuara.
Puluhan ribu
pelajar di Kota Binjai memang tengah heboh. Dari tingkat SD hingga SMA
sederajat. Mereka dijadwalkan nonton bareng. Yang ditonton sebuah film garapan
sutradara asal Medan: ‘Selembar Itu Berarti.’
Binjai merupakan
kabupaten/kota kedua dalam rangkaian road
show ini. Setelah sebelumnya Langkat. Respon penonton positif. Tanggapannya
juga bagus, meskipun ada sedikit koreksi.
‘Selembar Itu
Berarti’ memang film made in asli Sumatera
Utara. Sutradara, Dedi Arliansyah Siregar, dan beberapa pemerannya berasal dari
Medan. Lokasi pengambilan adegan berada di Langkat. Demikian juga dengan beberapa
talent pendukung.
Kenapa film ini
layak ditonton untuk pelajar? Selain memuat cerita tentang keseharian
pemerannya sebagai pelajar, juga karena pesan moralnya. Sangat bagus. Cocok
untuk siswa-siswa sekarang, membangkitkan semangat belajar, kesadaran sosial, semanga
pantang menyerah, dan optimisme menatap masa depan.
Pesan moral itu pula
yang ingin dibagi kepada dua puluhan ribu lebih siswa-siswi di Binjai. Selama 3
hari, GOR Binjai bercorak putih merah, putih biru, dan putih abu-abu.
Film ini menceritakan
tentang perjuangan hidup 2 orang bocah, yaitu Putri, yang diperankan oleh
Puteri Dalilah Siagian, dan Dias yang diperankan oleh Raihan F Valendiaz.
Putri dan Dias merupakan siswa Sekolah Dasar (SD). Mereka
hidup di sebuah rumah yang terletak pinggiran kota.
Dalam film diceritakan bahwa, pada awalnya, hidup mereka
sangat berkecukupan. Namun setelah ayah mereka meninggal, arah hidup mereka berubah
drastis. Tidak mencukupi, bahkan untuk kebutuhan sehari-hari.
Sehingga membuat sang ibu, yang penyakitan, bekerja sebagai
buruh cuci pakaian. Kondisi ini yang lantas membuat Putri dan Dias terancam
putus sekolah.
Namun rupanya, keadaan tak membuat Putri patah semangat. Putri
yang dalam film baru berusia 10 tahun, selalu memberi semangat kepada Ibu dan
adiknya Dias. Termasuk mencari cara untuk mengatasi kesulitan hidupnya.
Setiap sepulang sekolah, Putri dan Dias selalu pergi ke
tempat pembuangan sampah. Mereka mencari buku-buku bekas untuk belajar. Buku-buku
ini yang lantas dipilah lembaran-lembaran yang masih kosong.
Setiap malam setelah belajar, lembaran kertas yang masih
kosong hasil pencarian pada tempat pembuangan sampah tadi, di lem kembali. Untuk
kemudian digunakan belajar di kelas.
Cerita pilu yang
disajikan terasa cukup menggigit. Apalagi diiringi dengan irama musik dan soundtrack filmnya. Banyak penonton yang
tak kuasa menahan tangis. Air mata tumpah. Rasa iba muncul.
Sang sutradara,
yang teman sekelas saya semasa SMA dulu, memang pintar mengeksploitasi emosi
penonton. Keterpurukan Putri dan Dias memperjuangkan sekolahnya, dibayar lunas
pada akhir cerita. Ketika pihak sekolah mereka membantu biaya belajarnya. Tak ayal,
tangis haru kembali tumpah.
Ketika ikut menonton,
saya tidak begitu berkonsentrasi melihat layar lebar itu. Tapi memburu ekspresi
penonton. Melihat sejauh mana daya dobrak film itu. Juga pesan yang
disampaikannya. Maklum, sepanjang 3 hari penayangan, saya sudah bolak-balik
melihat.
Mudah-mudahan
saja (pesan moral) ini, masuk ke alam bawah sadar siswa-siswi itu. Agar menjalani
hidup dengan lebih kuat. Belajar dengan lebih giat. Dan menatap masa depan
dengan jauh lebih optimis.
Oleh: Suryaman
Amipriono
Post a Comment