Seribu Solusi di Ruang BP/BK (1)
Kalau ingin melihat miniatur problem di masyarakat, datanglah
ke ruang Bimbingan Penyuluhan (BP)/Bimbingan Konseling (BK). Di setiap sekolah
ada. Terutama yang menyelenggarakan jenjang pendidikan tingkat menengah.
Bagi yang pernah berkunjung, Ruang BP/BK itu seperti
muaranya problem. Seperti ada banyak masalah di situ. Mulai dari yang kecil,
hingga yang sedang-sedang. Mulai dari yang remeh-temeh hingga yang rumit. Mulai
dari yang ringan, hingga yang hampir berkilo-kilo beratnya.
Masalah yang berkutat di situ tentu saja tentang siswa.
Biasanya tentang proses pendidikan yang mereka jalani. Bisa tentang kehadiran,
tingkah laku, nilai, kesopanan, tata tertib, disiplin, dan setumpuk lainnya.
Saya juga terpaksa harus berurusan di situ, beberapa minggu
yang lalu. Masalahnya begini: Ada seorang siswa, yang setelah dibujuk-bujuk,
aktif kembali ke sekolah, pada bulan November ini.
Ini merupakan kehadiran pertama sejak tahun ajaran baru di mulai
pada bulan Juli yang lalu. Artinya, setelah dipotong masa libur lebaran dan MOS,
hampir 3 bulan si siswa absen. Saya wali kelasnya.
Kerepotan dimulai beberapa minggu sejak awal tahun ajaran
baru. Tak sekalipun dia masuk. Absennya bersih. Nyaris tanpa noda (dibiarkan
kosong-tidak diceklis kehadirannya). Karena kondisi itu, prosedur berjalan. Pencarian
pun dimulai, sejak kali keempat terhitung si siswa absen.
Laporan dari guru-guru datang begitu deras, termasuk dari
petugas pustaka (karena ada tunggakan pengembalian buku). Saya kelabakan.
Apalagi, yang semodel dengan ini tak hanya satu, tapi tiga.
Walikelas sebelumnya menjadi orang pertama yang ingin saya
gali informasinya. Sayangnya tidak bisa. Beliau keburu resign. Menikah, dan ikut suami ke Pekan Baru, Riau. Karena itu, saya
berkoordinasi dengan guru BP/BK. Dan semakin intens. Namanya Khairul Mulkan.
Pak Mulkan begitu tekun menangani siswa. Analisanya hebat. Bimbingannya
mantap, teliti, dan pantang menyerah. Mengetahui permasalahan siswa binaan
saya, kami inisiatif: Kunjungan rumah.
Di sekolah tempat saya bertugas, wewenang guru BP/BK untuk
mengunjungi siswa yang terkendala proses belajarnya, begitu luas. Sehingga langkah
antisipasinya ganda. Walikelas, dan guru BP/BK.
Setelah serangkaian usaha, ‘tim’ pencarian yang dikomandoi Pak
Mulkan, bisa juga ketemu dengan orangtua siswa. Juga dengan siswa itu sendiri. Hasilnya?
Nihil. Si siswa tidak mau sekolah. Entah apa sebab. Mereka belum mau terbuka.
Ayahnya yang seorang Kepala Lingkungan, menuturkan: “Anak
saya susah dibujuk. Sudah berkali-kali. Saya menyerah.” Terang saja, kalimat itu,
seperti merobek asa optimis yang sedang kami tebar.
Syukurnya, tidak demikian dengan sang ibu. Kalau sang ayah nothing to lose (mau sekolah ya sudah,
tidak sekolah ya nggak masalah), si ibu malah terus berusaha secara tulus. Beliau
sangat ingin anaknya melanjut, dan menyelesaikan pendidikannya. Bagaimanapun caranya.
Karena biaya, bukan menjadi kendala.
Tercatat, beberapa upaya tetap saja gagal. Hingga harapan
itu kembali mncul.
Pada suatu
siang, hp saya berdering. (Bersambung)
Post a Comment