Terpaksa Rela Mesti Harus Galau

Kira-kira kalau saya buat status di media sosial: "Lagi galau nih." Pendapat orang yang membaca bagaimana ya? Pasti disangka saya sedang lebay. Atau dipikir sedang ketularan wabah anak alay. Padahal tidak. Saya memang sedang galau. Serius.
Rasa galaunya, kira-kira lebih sakit ketimbang diputus pacar. Walaupun saya nggak pernah pacaran semasa SMA dulu. Hehehehe.

Begini. Saya baru saja kehilangan tandem. Rekan sejawat. Teman seperjuangan. Adrizal Martam SPd. Mulai 1 Februari 2016 ini, beliau pindah tugas ke daerah asal, di Pariaman, Sumatera Barat.
Berpisah dengan Ijal, begitu saya biasa memanggil, membuat saya merasa seperti lirik dalam lagunya Anang: "Separuh jiwaku pergi."

"Saya ibarat sampul pada sebuah buku, yang kehilangan isi dan bagian dalam dari buku itu," kata saya dalam acara temu pisah sederhana dengan Ijal, yang dihadiri sebagian besar guru di SMK Negeri 2 Binjai.

Ijal, saya anggap, merupakan bagian isi dari Kompetensi Keahlian Teknik Sepeda Motor (TSM) di SMK Negeri 2 Binjai. Ijal-lah yang membentuk jurusan ini favorit. Hingga  diminati hampir separuh dari jumlah pendaftar tiap tahunnya, yang nyaris mencapai seribu itu.

Sebagai lulusan sarjana pendidikan teknik otomotif, Ijal tahu bagaimana mengembangkan jurusan ini supaya maju.
Membentuk siswa yang terampil, siap berkompetisi, punya bekal hidup untuk dirinya kelak, dan berakhlak mulia.

Kemampuan membentuk isi itulah yang saya kemas. Seperti peran sampul. Memberi corak, memunculkan ketertarikan , hingga jurusan TSM bagaikan sebuah buku yang enak untuk dilihat, dibaca-baca, berprospek, dan menjadi daya tarik bagi industri-industri besar untuk bergabung.

Berpindahtugasnya Ijal,  merupakan hak pribadi beliau. Saya tak berhak melarang, menolak, atau menghalang-halangi. Saya hanya boleh untuk: Tak rela.

Saya, yang terpaksa diotomotifkan, hanya belum siap. Apalagi dengan rangkaian jadwal yang begitu padat dalam waktu berdekatan. Mempersiapkan siswa untuk mengikuti ujian praktik kejuruan misalnya.

'Kepergian' Ijal, menambah catatàn khusus bagi karir saya. Praktis, sepanjang berkarir, sudah dua kali saya ditinggal tandem. Pertama ketika masih di Astra dulu.

Ketika itu, saya yang masih dalam tahap induksi, ditinggal resign oleh kang Harry M Safari, Koordinator Part, yang mudik ke Bandung. Ibarat bayi. Saya yang seharusnya masih dalam tahap belajar telungkup, dipaksa untuk lekas belajar berdiri, untuk selanjutnya bisa berjalan dan berlari.

Usia kerjasama saya dan Ijal, sudah 5 tahun. Tapi rasa-rasanya kok begitu cepat. Karena mungkin selama ini, saya memposisikan beliau, lebih dari seorang teman seangkatan. Melainkan juga sebagai guru, mentor, dan sumber ilmu.

Memang. Meskipun usianya 4 tahun lebih muda, saya tak segan-segan 'berguru' kepada Ijal. Diam-diam, saya mencuri ilmunya. Menjiplak cara mengajarnya. Dan selalu meminta masukan terhadap apapun yang berhubungan dengan jurusan TSM.

Ijal, yang pernah mudik dari Binjai (Sumatera Utara) ke Pariaman (Sumatera Barat) dengan mengendarai motor matic, berpengaruh besar terhadap karir saya sebagai guru. Kalau bukan karena berpartner dengannya, mungkin saya masih belum matang melakoni tugas sebagai seorang pendidik.

Sehingga meski harus galau, saya bahagia Ijal bisa berkumpul dengan keluarga besarnya.

Ijal, selamat bertugas di tempat yang baru sobat. Anda begitu berarti bagi saya. Sangat berarti.


No comments