Banyak Refleksi Sebelum Ketemu Duta Besar
Metode pembelajaran menjadi salah satu pembeda sebagian guru-guru di New Zealand. Mereka begitu atractive. Meninggalkan metode ceramah. Dan menjadikan siswa sebagai pusat belajarnya.
Dalam sebuah kelas, kami melihat ada seorang guru yang menyiapkan begitu banyak media pembelajaran. Mulai dari kotak-kotak kecil, kertas gambar, spidol aneka warna, dan kertas origami.
Dia lantas memberikan instruksi kepada siswanya. Bukan dalam posisi duduk, namun berdiri. Bukan hanya berdiri pada satu tempat, namun berkeliling. Dan bukan hanya berjalan, kadang diiringi dengan lompatan-lompatan kecil.
Setelahnya, siswa bekerja dalam kelompok. Kemudian berdiskusi, membuat laporan, dan mempresentasikan laporan itu ke dalam kelas.
Ini jelas menarik. Melalui pembelajaran ini, siswa dididik untuk mampu memecahkan masalah, bekerja dalam tim, mempertajam skill berbicara, berdasarkan literasi yang jelas.
Kemampuan itu yang menjadi bekal dasar mereka untuk masuk ke dunia baru berikutnya. Selain skill kompetensinya.
Pola ini sebenarnya sudah diterapkan secara terbatas di Indonesia. Namun belum maksimal. Masih banyak kendala yang muncul.
Beberapa guru di daerah mengungkapkan hal yang sama: Bagaimana caranya meningkatkan minat belajar siswa. Agar mereka mau membaca, membuat laporan, dan mempresentasikannya.
Kami sendiri sudah mendapatkan jawabannya dari Dosen-dosen di Auckland University of Technology. Tinggal membuat beberapa refleksi, dan menyiapkan pertanyaan untuk agenda pada minggu depan.
Kampus AUT memasuki masa libur pada Sabtu hingga Senin ini. Sebagai gantinya, mereka sudah menyiapkan trip khusus bagi kami.
Di antaranya mengunjungi lokasi pembuatan film Hobbit, merasakan wahana Cable Car, dan berbagai kegiatan menarik lainnya.
Termasuk, mengunjungi Duta Besar Tantowi Yahya, di Wellington.
Post a Comment