Terkenang Wak Hamzah
Saat menemani Fatih pangkas, saya jadi terkenang wak Hamzah. Dan kios pangkasnya. Yang berada persis di seberang bangsal PTPN IX dulu.
Wak Hamzah boleh disebut sebagai The Legendary Barber.
Beliau sudah menekuni profesi ini. Jauh sebelum Barber Shop menjamur. Dimana orang-orang pada saat itu lebih mementingkan isi perut dibandingkan dengan gaya rambut.
Kiosnya sendiri sangat sederhana. Berukuran sekira 2,5 X 3 meter. Hanya ada satu kursi pangkas. Satu kaca di bagian belakang. Serta satu kaca di bagian depan, yang ukurannya lebih besar.
Sebingkai sketsa wajah wak Hamzah, ada di atas kaca itu. Memaksa siapapun yang duduk di kursi pangkas untuk memandangnya.
Di kios Wak Hamzah pula saya kenal model rambut ini. Namanya Pangkas Cuci.
Rambut dipotong rapi dengan menggunakan ketam manual. Yang berbahan stainless. Bertangkai ganda. Yang tiap beberapa menit sekali selalu dilumasi agar tetap tajam.
Sikap telatennya saat mencukur anak-anak. Membuat kami hepi. Merasa ikhlas saat akan dipangkas. Sehingga tak perlu tutup muka seperti anak lanang yang satu ini. Yang langsung ngajak ngacir begitu tiba di depan kios pangkas.
Untungnya mas barber sabar. Ahahahahaha.
Post a Comment