Kejadian di Depan Kamar Mayat (1)




Saya ragu apakah ini layak disebut kejadian mistis. Tapi tempat berlangsungnya persis di depan kamar mayat.

Pukul 17 lewat. Azan maghrib masih satu jam lagi. Mamak ketika itu tengah dirawat. Jam tugas jaga saya sudah selesai. Saatnya pulang.

Melangkah keluar, langit menghitam. RSUP H Adam Malik dipayungi awan tebal. Pekatnya belum berkurang, meskipun hujan sudah turun sangat deras.

Jalanan di sepanjang selasar amat lengang. Angin yang terkondensasi menampar pipi saya. Jaket Adidas buatan lokal itupun lembab.

Namun herannya, aura tubuh malah menghangat. Baru ingat kalau lokasi parkir kereta ada pada ‘Dangerous Area.’ Wilayah (yang katanya) ruangan isolasi pasien Covid 19, dan: Kamar Mayat.

Kilatan petir memaksa saya untuk berhenti di pertigaan Selasar. Kereta hanya berjarak 20 meter lagi. Setangnya yang mengkilap sudah kelihatan. 

Saya bersandar pada pasak beton. Arah jam 8 merupakan bagian belakang ruang isolasi itu. Sementara di sebelah kiri saya ruang jenazah. Pintu kayunya dibiarkan menganga.

Entah kenapa tulisan ‘Ruang Pemulasaran Jenazah’ menggoda pandangan ini untuk melihat ke arah itu. Agak lama. 

Nampak satu orang security duduk manis menunduk ke meja. Dia mengotak-atik gawai. Beberapa kali kami sempat beradu pandang. Kumisnya yang tebal membuat saya banyak mengalah.

Berjarak dua kotak keramik dari pintu masuk, ada petugas cleaning servis (CS). Dia menari-nari dengan alat tempurnya. Sobekan karton agak besar diletakkannya di depan pintu masuk. Meringankan tugas keset ‘Selamat Datang.’ 

Jarak saya dengan pintu kamar hanya tiga pasak. Membuat kulit agak merinding. 

Langsung terlintas cerita horor yang pernah saya baca. Misalnya pengalaman penjaga kamar mayat RS dr Pirngadi Medan. Yang sering mendengar suara tangisan dari rak-rak jenazah. Menurutnya, ketika ia mendekati sumber suara, tangisan itupun hilang. Aroma bunga kantil pun menyeruak.

Petir menggelegar beberapa kali. Angin hujan membuat rambut seperti dikeramas. Mengusir haus akibat puasa.

Seorang dokter melangkah keluar dari kamar mayat. Kacamata Super Man memanipulasi usianya yang masih muda. Wajahnya datar. Petugas CS mengingatkan dokter itu memperhatikan langkahnya. Mimiknya bisa saya lihat dari kejauhan. 

Melihat gayanya berjalan saya malah khawatir. Tatapannya yang kurang fokus membuat langkah kakinya tak teratur. Apalagi dalam kondisi hujan seperti ini. Keramik selasar bisa bertambah licin. Untuk itulah petugas CS berusaha keras memulihkannya. Membuat semua yang lewat selamat. 

Gemeretak roda berdecit dari kejauhan. Menopang bed jenazah yang disorong lambat oleh petugas. Dua orang mengikuti dari belakang. Suara tangisannya lantang membentak petir.

Dokter dan bed jenazah itu berjalan saling mendekat. Tujuan mereka saling berlawanan. Saya yang sedari tadi mematung menyaksikan keduanya berpapasan.

Sampai tiba-tiba: Nggerubaakk…….Dokter PPDS itu tersungkur tepat di depan saya. 

(bersambung)

No comments