Pasrah Dipenjara
Oleh:
Suryaman Amipriono
Bukan api dapur yang membuat restoran ini hangat. Tapi semangat kerja salah satu pekerjanya: Tongam Hutapea.
Kinerja pak
Tongam memang luar biasa. Semangatnya
mampu mengisi kekosongan restoran hotel yang memang sepi. Padahal usianya tak lagi muda. Apalagi tubuhnya
yang memang agak gempal.
Bayangkan saja.
Ketika kami mengadakan briefing malam hingga pukul 22 lebih, beliau masih
menyelesaikan pekerjaannya di area resto, mengangkat property dapur, serta menata
ulang beberapa ruang meting.
Lalu saat kami
turun dari kamar untuk sarapan pada pukul 06.30 keesokan harinya, beliau sudah
rapi. Sudah berdiri gagah di depan meja. Menyambut kami dengan wajah yang jauh
lebih cerah.
Itu sebabnya
saya menyapa beliau .
“Saya salut
dengan semangat kerja bapak,” tegur saya ketika beliau melintas. Kran tangki
susu saya buka untuk merendam choco crunch.
Pak Tongam
membalasnya dengan satu senyum lebar.
Beberapa detik
kemudian, ia mengangkat beberapa piring
kotor. Membersihkan meja. Meraih wadah untuk tempat beberapa potongan buah.
Lalu duduk pada meja yang sama dengan saya dan rekan sekamar, Joko Handoyo.
“Sebelum
ini saya bekerja sebagai pengajar,” terangnya membuka percakapan. Satu potong
semangka merah lumer di rongga mulutnya.
“Saya
mengajar mata kuliah Bahasa Inggris di Medan Bisnis Politeknik (MBP). Andai saja saya sabar. Dan tetap menjadi pengajar, mungkin nasibnya akan berbeda,”
ungkap pak Tongam mengungkap secuil masa lalunya.
Tawaran kerja
di Malaysia lah yang membuat pak Tongam tergiur Ringgit.
Berbekal kemampuan
bahasa inggrisnya, ia diterima sebagai supervisor pada jaringan hotel
internasional di negara Upin dan Upin itu.
“Sejak
tahun 2001 saya merantau ke sana. Tahun 2017 saya pulang. Ingin dekat dengan
keluarga. Dan akhirnya berkeja sebagai Food & Beverage Manager pada tahun
2018 di hotel ini,” kenangnya.
Saat kami
datang, hotel tempat pak Tongam bekerja nampak ‘baru siuman’ dari tidur
panjangnya. Hunian kamar mulai naik. Ballroom dan restorannya mulai mendapatkan
order.
Selama lima
hari bermalam di hotel itu, pak Tongam selalu menemani kami saat menyantap
hidangan. Dari keseluruhan percakapan kami, pembicaraan malam itu yang membuat saya terenyuh.
“Sudah
banyak yang menyelenggarakan acara pernikahan di ballroom kami. Pengunjungnya mencapai
300 orang. Agak riskan memang (pilihan sulit antara menolak dengan menerima
order).”
“Itu
makanya saya selalu berpesan kepada istri. Agar selalu menyiapkan satu tas yang
berisi pakaian. Sebagai persiapan kalau-kalau saya digelandang oleh pihak yang
berwajib karena menyelenggarakan kegiatan yang mengganggu protokol kesehatan,”
kata pak Tongam pasrah. Dia yang pada foto ada di sisi paling kanan.
Berprofesi sebagai karyawan hotel pada masa pendemi ini, membuat satu kaki pak Tongam untuk mencari nafkah. Sedangkan kaki yang lain siap-siap di penjara.
Apalagi kerja di hotel, terutama bagian restorannya memang capek.
Saya pernah
mengalaminya pada tahun 2004. Ketika bekerja menjadi casual paruh waktu pada restoran
Sari Laut Nelayan.
Yang selama 7 jam terus berdiri. Bergerak. Berjalan. Dan tersenyum kepada pelanggan.
Post a Comment