Jangan Nangis di Hari Bahagiamu, Dod!?


“Adiknya ‘dilileng’ itu Man,” kata mamak kepada saya 20-an tahun yang lalu. Beliau selalu melontarkan kalimat itu, terutama ketika adik saya menangis. Sebagai sulung, saya memang jadi andalan mamak untuk merawat si Dodi ketika beliau akan kerja. Kini, kalimat yang sama kembali saya dengar. Namun dengan kondisi yang jauh berbeda.



“Lihat itu adiknya, ditanya apa yang sakit. Dihibur dan kasi semanget,” demikian kata mamak saat melihat Dodi meringis menahan sakit. Dodi Irwansyah kini memang tengah tak berdaya. Penyakit gagal ginjal kronik (GGK) telah menggerogoti masa produktifnya. Dodi yang harus kehilangan 40 kg berat badannya itu menahan sakit yang seolah tanpa henti selama 8 bulan ini. Padahal Dodi sangat sehat ketika kecil. Tingkahnya lucu, menggemaskan seperti balita pada umumnya.

Setelah sakit lambung akibat mual dan muntah pada awal didiagnosa GGK, Dodi menjalani operasi cimino. Tindakan itu dilakukan untuk membuat proses Hemodialisa (HD) berjalan lancar. Namun apa daya, bengkak pada luka bekas operasinya itu  menyebabkan nyeri yang amat sangat. Wajah putihnya ketika balita dulu menghitam. Menahan nyerinya itu.

Selesai operasi ulang, tak lantas membuatnya terbebas dari rasa sakit. Mendadak, lipatan paha dan ketiaknya nyeri. Terutama ketika disentuh. Itu yang membuat Dodi susah jalan. Nyeri ini kemudian menjalar keseluruh tubuh. Hingga membuat kami semua serba salah.

Ketika menahan nyeri itu, Dodi berulang kali hilang kesadarannya. Ia mengigau dan merancau. Persis ketika pertama kali hendak dilakukan cuci darah dulu, dimana racun tubuhnya menjalar ke otak.

“Ya Allah, hilangkan rasa sakit ini. Apa dosa Dodi ya Allah,” lirih Dodi dalam ngigaunya itu. Persis orang yang sadar. Sesaat kemudian ia sesunggukan. Bola matanya kesana-kemari. Sesunggukan ini semakin menjadi ketika Dodi sadar. Dan berangsur hilang ketika tak lagi dirasa nyeri.

 Ditengah terpaan rasa nyeri itu, Dodi juga harus berjuang dengan penyakit lain. Sesak napas. Ini diderita sejak pertama HD dulu. Karena sesak napas yang bisa setiap saat datang, tabung oksigen sengaja kami beli. Sesak napas itu semakin intens belakangan ini. Tabung oksigen yang selama 8 bulan ini belum pernah habis, harus 2 kali diisi ulang hanya dalam waktu 2 hari.

Wajahnya pucat. Keringat bercucuran. Dan tubuhnya lemah saat sesak napas itu datang. “Mamak, sakit apa ini Dodi mak,” lirihnya tak berdaya. Mamak hanya bisa mengusap keringatnya itu. Sementara saya terus memberinya letupan semangat.

“Ingin sembuh Dodi bang. Capek rasanya kayak gini terus,” lirihnya. “Dodi pengen kayak dulu lagi. Dodi mau kumpul sama kawan-kawan lagi. Dodi kesepian bang,” kata Dodi.

Akibat sesak napasnya itu, Dodi harus kembali lagi dirawat. Padahal, ia punya sejuta rencana di hari ulang tahunnya yang ke-25, pada 1 Oktober nanti. “Dodi mau kumpul sama kawan dan keluarga, sambil bakar ayam dan ikan,” kata Dodi beberapa hari lalu. Namun rencana itu tampaknya buyar. Sesak napasnya itu harus terus dipantau dokter. Kami tak ingin Dodi menahan sakit lagi.

Kini, di hari bahagianya, Dodi masih terus menangis. Bukan tentang menahan rasa sakitnya, namun keinginannya. “Dodi mau pulang mak, Dodi mau kumpul,” kata mamak kepada saya melalui sms. Selepas kerja, sudah kami rencanakan untuk kumpul. Memberinya semangat. Namun bukan di rumah, melainkan di rumah sakit.

Selamat Ulang Tahun Dodi. Jangan nangis ya. Kami bersamamu.






No comments