Selamat Ulang Tahun Hajatu: Belasan Dalam Puluhan

Ada satu penanggalan yang paling saya ingat. Bukan lantaran bertepatan dengan peringatan Hari Besar Nasional, namun lebih dari itu. Tanggal itu bersamaan dengan hari jadi teman saya. Itu sebabnya, saya selalu ingat sisi lain peringatan hari Sumpah Pemuda (28 Oktober) itu sebagai: Hari Ulang Tahun Hajatu Sa’diah.



Peringatan itu pula yang menggiring memori saya pada cerita belasan tahun yang lalu. Waktu itu di hari Jum’at. Sepulang sekolah kami diberitahukan tentang adanya acara makan-makan di rumah Hajatu Sa’diah. Beliau ini teman sekelas kami, yang gayanya sangat mirip Atun (kebetulan sinetron Si Doel sedang booming waktu itu).

Tak ada kepastian tentang acara yang akan diadakan. Kecuali keharusan bagi kami untuk datang. Sehingga tanpa curiga, kami beranjak ke rumah yang letaknya sangat strategis itu, sepulang sekolah, masih dengan seragam Pramuka.

Rumah Hajatu memang sangat strategis. Posisinya tepat di sisi Jalan Karya, didepan Mesjid, dan tak jauh dari sekolah. Beberapa angkutan umum beken, seperti KPUM 01, 02, 21, Morina 122 (jaman ini belum ada Busway, sekarang belum juga sih) lewat di depan rumahnya. Sehingga dengan alasan mudah dijangkau, rumahnya ini kami jadikan basecamp untuk memulai pergerakan, seperti demo (demo masak, demo salon, dan demo lain-lain).

Singkat cerita, kami jadi tamu yang pertama hadir. Waktu itu, kami terdiri dari Boy Amali, Agus Salim Sitanggang, Sofyan Fadli Batubara, Johan effendi, Deka Tazally, M Zulfi Parinduri, M Yunan, dan saya sendiri. Kecurigaan muncul saat kami lihat ada tumpukan balon yang telah digantung. Juga tata letak ruangan yang telah disetting untuk acara, yang sepertinya ulang tahun.

Ternyata benar saja. Hari itu merupakan acara Syukuran Ulang Tahun Hajatu. Ia mengundang teman sekelasnya untuk makan-makan. Dalam bayangan kami, tamu-tamu lain (yang terdiri dari cewek-cewek kece) akan berpenampilan wah. Sedangkan kami sendiri berpenampilan wuih..

Bayangkan saja bagaimana kumalnya kami waktu itu (kecuali saya). Bisa dibayangkan juga betapa leceknya seragam yang sedari pagi kami gunakan (lagi, kecuali saya). Dandanan Boy waktu itu seadanya. Bisa dibilang pas-pasan. Belum lagi anaknya yang memang ingusan. Sisirannya pun berantakan. Acak adul lah pokoknya.

Demikian juga dengan Agus Salim. Kalau yang ini susah ada rapinya. Meskipun seragamnya branded desainer, tapi tetap saja kucel dan kumel. Untungnya nggak ikutan ber-umbel (ingus-Bahasa Jawa).

Beda dengan Sofyan. Remaja yang dia pikir mirip Andy Lau ini termasuk stylish. Tatanan rambutnya rapi, khas belah tengan blasteran Hongkong-Betawi. Kalau dilihat sepintas, mirip Narji dan Mali.

Sementara Johan terlihat yang paling natural. Gayanya juga agak kelugu-luguan. Rambut jegrak dengan balutan kulit putihnya mampu membuat temen cewek sekelas penasaran. Apalagi dengan sikapnya yang pendiam, makin mau (ngelempari) aja cewek-cewek kece itu.

Sedangkan yang ini kami anggap panglima rombongan. Namanya Deka Tazally Damanik. Gaya sok beken dan mentiko itu jadi ciri khasnya, selain perasaannya yang serba tau. Meski demikian, pemilik bintang Aquarius ini kesayangan guru. Buktinya, disaat teman lain belajar, guru Bahasa Inggris itu memberinya dispensasi. Dengan membiarkannya memberi hormat pada bendera, setengah hari penuh, dibawah guyuran sinar mentari (benar-benar anak pilihan).

Habis? Belum. Masih ada pertunjukan lecek lainnya. Kali ini ada M Zulfi Parinduri. Meski namanya indah, tapi tetap saja ada yang iseng. Buktinya, entah siapa yang memulai memanggilnya dengan sebutan Julong (kepanjangannya tak usah saya sebutkan ya). Anak ini aslinya pendiam. Namun sikap sok leboy nya itu, sempat membuat namanya melambung.

Selanjutnya ada M Yunan. Kalau yang ini cool abis. Pembawaannya kalem. Khas etnis Jawa. Dulu jadi rebutan cewek-cewek. Bukan karena parasnya yang ganteng, tapi karena buah mangga di depan rumahnya yang manis abis. Selesai? Belum sepertinya. Karena (mungkin) ada Budiono yang ikut hadir. Centeng gang tape ini memang warga 3-5, yang rajin hadir untuk ikut agenda pertemanan.

Namun ternyata, gaya guembel kami mampu diterima publik. Kaum hawa kelas 3-5 seperti tak merasa risih berada di dekat-dekat kami. Buktinya, acara siang itu berjalan lancar. Setiap game berjalan sesuai rencana.

Menjelang siang, tamu-tamu itu pun hadir. Kebanyakan memang cewek. Praktis kami mewakili teman-teman pria. Seingat saya, yang hadir waktu itu ada: Suryani, Sri, Nisa, Ridha, Alm Rini, Nita, Erna, dan banyak lagi. 
Yang saya sendiri tak ingat. Pokoknya, ruangan tamu rumah Hajatu, penuh sesak dengan hadirnya kami.
Dentuman music house Barakatak menjadi soundtrack cerita itu. Saat terjadi momen-momen yang penuh kenangan. Tiap detik berlalu dengan peristiwa yang mengesankan. Hingga mencapai acara puncak, ketika orangtua Hajatu didaulat memberikan ucapan doa selamat atas ulang tahun putri sulungnya itu.

Kini, 18 tahun sudah cerita itu berlalu. Masih dalam tema yang sama, Ulang Tahun Hajatu. Cerita yang berumur belasan tahun, mudah-mudahan jadi kado indah untuk dikenang, menyambut usiamu yang kini beranjak puluhan tahun. Saran saya, dan mungkin juga teman-teman: Segeralah menikah, karena umurmu akan terus berlari, dan tak akan pernah bisa dihentikan lajunya.

Selamat Ulang Tahun Hajatu Sa’diah, Semoga tercapai cita-cita baikmu.
Dari Kami pada 28 Oktober 1996 yang lalu,
Suryaman Amipriono



No comments