Masih Dipajang
Abah, fotomu masih saya pajang.
Pada salah satu sisi, di dinding ruang tamu rumah saya. Sengaja saya letakkan
di situ, tempat yang menurut saya strategis. Sehingga, ketika melihat foto itu,
kapan saja, saya kembali teringat. Momen-momen nol millimeter yang membanggakan
itu.
Abah, duplikasi
semangatmu masih saya genggam. Bagaimana dramatisnya engkau, meniti sukses dari
sebuah koran dengan oplah sebecak, menjadi media dengan jaringan raksasa di
Indonesia.
Abah,
motivasimu masih saya pegang. Tentang sebuah perjuangan yang mustahil. Melistriki
nusantara, dengan mengubah budaya kerja peninggalan zaman prasejarah. Menjadi budaya
kerja kerja kerja. Yang efektif, dan menghargai potensi lokal. Yang selama ini
luar biasa pintarnya, namun sering disia-siakan.
Abah,
inovasi dan berbagai terobosanmu membuat saya kagum. Bagaimana luar biasanya
anda, berfikir dan bertindak dengan cara ‘out of the box’. Di luar dugaan dan
sulit prediksi. Sehingga, tindakan-tindakan anda itu, mampu memberi solusi
terhadap permasalahan negeri.
Abah,
kenapa rasa salut saya kepada anda itu kok belum habis-habis. Apalagi setelah saya
tahu, bahwa anda menolak diberi gaji, ketika menjadi anggota MPR dulu. Juga ketika
menjabat sebagai Dirut PLN. Dan terkahir, ketika duduk sebagai Menteri BUMN.
Abah, saya
percaya. Sebagai seorang yang telah (merasa) diberi kehidupan kedua, anda pasti
menggunakan sisa umur anda untuk berbuat yang terbaik. Yang jauh dari
hitung-hitungan bisnis. Yang bermanfaat bagi tanah air ini kelak.
Abah, (wajar kalau) saya
ingin (berhasil) seperti anda.
Post a Comment