Ingin ‘Naik Kelas?’ Bermasalah Lah
Saya tidak sedang memprovokasi anda untuk membuat masalah.
Apalagi sampai harus menjalani hidup penuh masalah. Namun ilmu dari seorang
pemateri pada Diklat Koperasi yang saya tulis pada edisi pertama lalu, membawa
renungan saya terhadap satu masalah: ‘Bermasalahlah, jika anda ingin naik
kelas.’ Loh?
Terdengar aneh memang. Apa iya harus bermasalah dulu seandainya ingin naik
kelas. Tentu, kelas yang dimaksud di sini, bukan hanya sebatas kelas di
sekolah, namun lebih dari itu.
Bahwa tua itu pasti, dan dewasa itu pilihan. Tapi apakah
semua manusia yang masuk kategori tua itu sudah dewasa? Jawabannya: Belum
tentu. Masalah lah yang membuat seseorang itu menjadi dewasa.
Setiap orang hidup, pasti memiliki masalah. Karena hanya
yang mati yang tidak (memiliki masalah).
Hanya saja persoalannya, seberapa
tangguh seseorang itu menghadapai masalahnya itu. Jika ia gagal melewatinya,
mungkin orang itu akan terjebak, atau bahkan terjerembab ke dalam masalahnya
itu.
Namun jika ia benar-benar tangguh, dan memiliki potensi untuk menghadapinya, mungkin
ia bisa keluar dari masalahnya.
Masalah itu ibarat ujian. Yang jika berhasil dilewati, maka
ganjarannya akan terasa nikmat. Naik derajat. Bertambah pengalaman. Semakin dewasa.
Dan ujung-ujungnya: Naik kelas.
Ada ilustrasi, tentang keberhasilan yang didapat, setelah
menyelesaikan masalah. Air dan manusia. Adalah fakta jika manusia itu sangat
membutuhkan air. Namun jika air itu sampai meneggelamkan manusia, itu akan
menjadi sebuah masalah. Karena memang habitatnya manusia yang ada di darat.
Tapi jika manusia itu bisa menyelesaikan masalahnya, dengan
berusaha tidak tenggelam. Dengan menggerakkan bagian tubuhnya untuk berenang,
maka manusia itu akan lepas dari masalahnya. Hidupnya selamat dan raganya
sehat.
Rupanya begitulah hidup. Ada tantangan untuk maju. Seperti anak
sekolah yang harus menjalani kewajibannya. Ujian, melaksanakan tugas, belajar,
dan keseharian laiannya. Ini semua harus tuntas, agar bisa naik kelas.
Masalah memang bikin rumit, tapi harus dihadapi. Seandainya semua
orang sepakat dengan ini, mungkin tak akan ada lagi jawaban yang seolah-olah
ingin melempar masalah: “Ya jangan tanya ke saya.” Atau, “Itu bukan urusan saya.”
Lantas, bagaimana dengan
nasib sepak bola Indonesia setelah keluar sanksi dari FIFA? Apakah sepakbola
kita juga bisa naik kelas? Ini lah yang menjadi masalah.
slalu terinspirasi dari hal-hal yg tidak terlalu penting menjadi hal yg sangat penting dan sangat mendesak tuk d pikirkan
ReplyDelete#jgnberhentimenulis#
Siap....terima kasih buk Fauziah...
ReplyDelete