Behind The Scene Kelahiran Dini (2)
Air ketuban
yang terus mengalir membuat saya bingung. Hingga berpikiran, bagaimana
secepatnya agar mendapat angkutan. Menuju ke rumah sakit terdekat. Sempat terpikirkan
saya untuk memboncengnya menggunakan motor. Karena praktis. Menghemat waktu.
Tapi langsung
terbayang medan yang berat. Dengan kontur aspal yang bergelombang. Melewati jembatan
dengan permukaan yang agak tinggi. Istri saya bisa mberojol di atas jok motor
kalau saya paksakan.
Setelah lama
tak menemukan taksi. Saya memutuskan untuk menggunakan jasa becak mesin (bermotor).
Apa boleh buat. Aplikasi Grab atau Gojek belum ada pada masa itu.
Tak menunggu
lama, becak mesin itu pun dapat. Karena populasinya memang padat. Namun sayang.
Motor yang digunakan masih jenis lama. Yang masih berasap. Dengan suara merepet
pada knalpotnya.
Dengan mesin
tua itu, jarak 7 kilometer dari rumah menuju rumah sakit, berasa jauh. Kami dilewati
segala jenis kendaraan di jalan. Apalagi, itu jam masuk kantor. Semua beradu
cepat. Berasa amat lama.
Saking lamanya.
Saya baru memutuskan akan ke rumah sakit mana untuk proses persalinan itu.
Tiba juga
kami di ruang UGD. Di rumah sakit Martha Friska. Di tepi kota kecil. Bernama
Pulu Brayan.
Di situ, di
tengah menahan rasa sakitnya, istri saya langsung disambut dokter jaga.
Saya tengah
sibuk menelpon kantor. Orang tua. Mertua. Urusan administrasi. Sampai tiba-tiba,
seorang perawat meminta saya untuk masuk ke ruang dokter kandungan.
“Tubuh anak
bapak sudah menyentuh dinding rahim. Karena air ketubannya sudah habis,” kata
Dudi Aldiansyah. Dokter spesialis kandungan. Di ruangan itu. Sambil menunjukkan
satu lembar foto kepada saya.
Karena awam.
Yang saya bisa cuma bengong untuk sesaat. Sambil menanyakan langkah
kelanjutannya.
“Harus
operasi pak. Demi keselamatan bayi, dan ibunya,” kata dr Dudi.
Terang saja,
pikiran saya langsung terbawa ke alam sinteron. Saat melihat adegan kritis di
rumah sakit ketika proses persalinan. Terbayang saya wajah pemerannya. Lalu wajah
istri. Yang ternyata masih lebih cantik istri saya.
(Bersambung….)
Post a Comment