Behind The Scene Kelahiran Dini (3-Habis)
Beberapa jam menuju ruang operasi. Sebundel berkas
disodorkan kepada saya. Sesaat, setelah saya menyetujui adanya tindakan medis. Melalui
operasi pembedahan. Sectio Caesar.
Sectio Caesar merupakan metode melahirkan bayi. Dengan
membuat sayatan pada dinding uterus. Melalui dinding depan perut.
Tindakan ini bukan tanpa resiko. Pasien akan merasakan
sakit akibat luka sayatan. Hingga luka sayatan itu benar-benar sembuh. Luka yang
terasa perih. Yang rasanya berbeda dengan melahirkan secara normal.
Resiko-resiko itulah yang saya bisikkan kepada istri
saya. Untuk menguatkan mentalnya. Dan memastikan kesiapannya.
HP terus saja berdering. Dari mertua. Juga dari mamak.
Selain meminta saya agar tak ketinggalan salat Jumat. Mamak
berpesan agar istri saya terus melafalkan kalimat Tauhid. Sekaligus memberitahukan
kabar baik. Bahwa pada masa sekarang, peluang keberhasilan melahirkan melalui
cara operasi tergolong tinggi.
Itu pula yang membuat saya tenang.
Hampir pukul 12.00. Saat operasi pun tiba.
Saya sudah siap ke masjid saat bed istri saya didorong
masuk. Ke dalam ruangan. Yang bagian lorongnya terlihat agak panjang.
“Bapak mau mendampingi?” tanya suster itu. Mata istri
saya menatap. Agak lama. Saya tahu maksudnya.
Tapi, ini hari Jumat. Saya memiliki kewajiban lain
sebagai seorang laki-laki muslim.
Saya cium tangan istri sesaat sebelum bed itu melewati
pintu ruangan. Tak lama setelahnya, lampu pertanda operasi dimulai menyala.
Khutbah pak khatib membuat pikiran saya tak lagi
kacau. Sambil terus mendoakan yang terbaik buat istri. Juga anak saya.
Pukul 13.15. Saya langsung kembali ke rumah sakit
setelah menyelesaikan salat.
Sampai di depan pintu. Saya tanya suster ruangan. Ternyata
istri saya masih di dalam. Padahal sudah hampir satu jam . Karena normalnya, Section
Caesar berlangsung selama kurang dari satu jam.
Yang
dimulai dari penyuntikan obat bius. Pengolesan antiseptic pada bagian perut. Untuk
kemudian mulai membuat sayatan kecil. Sayatan yang dilakukan itu, akan menembus
ke bagian rahim. Hingga mencapai otot perut.
Saya mulai gelisah. Menanti dengan gelisah. Seperti liriknya
lagu Obie Mesakh. Mondar-mandir. Berjalan ke sana dan ke mari. Sampai kabar
baik itu tiba.
“Bapak Suryamaaaannn….selamat ya pak. Anaknya cewek,”
kata suster itu. Didorongnya kotak bayi transparan. Di dalamnya tidur nyenyak
seorang bayi. Manis. Dengan warna kulit persis seperti saya.
Tak lama, bed istri saya juga didorong keluar ruangan.
Tapi tertidur. Akibat efek bius total. Yang diberikan karena mengalami sesak
nafas saat sudah melahirkan.
Kirana Andini. Nama cantik itu terbersit saat saya
mengiqamatkannya.
Kini, sepuluh tahun setelahnya. Dia menjadi gadis
cilik yang pintar. Penurut. Rajin mengaji. Serta tak mau ketinggalan pelajaran.
Post a Comment