Mudik – 2 (Mesin Mati Saat Lari 80 Km/Jam)
Kejadiannya dua pekan sebelum puasa. Sepulang dari Taman Hewan Siantar. Menuju Medan. Ketika tengah berakselerasi untuk melewati mobil yang ada di depan, mesin kendaraan tiba-tiba mati. Dheeep.
Saya lihat ke dashboard: Lampu panel hidup. Indikatornya menyala semua. Stir terasa berat. Panel tachometer, yang menunjukkan berapa putaran mesin itu, juga mati. Jarum speedometer juga begitu. Hanya saja beranjak turun dari penunjukan awalnya: 80 Km/Jam.
“Kenapa mas?” respon istri yang duduk di sebelah. Setelah mendengar saya bertakbir.
“Nggak tahu ma. Mesinnya tiba-tiba mati,” jawab saya gelagapan. Mata celingukan ke spion kanan dan belakang. Melihat posisi mobil yang baru saja kami dahului. Ada di belakang. Jaraknya tipis.
Dalam keadaan panik, otak mulai bekerja. Perintahnya ini: kendaraan harus secepat mungkin dibawa menepi. Karena kami tengah berada di jalur cepat. Yang rata-rata laju kendaraannya 70-80 Km/Jam.
Karenanya, lampu sein kiri segera saya nyalakan. Untuk kemudian mengurangi kecepatan.
Sialnya. Ketika hendak ditekan: Pedal rem serasa keras. Laju mobil juga tidak berkurang. Itu artinya: Rem tidak bekerja.
“Allahu Akbar,” takbir saya kembali. Suasana makin kalut. Apalagi mobil yang kami dahului tadi berulang kali tolet-tolet: Mereka terganggu dengan kecepatan kami yang tiba-tiba berkurang.
Saya langsung teringat kejadian rem blong di jalan Kabanjahe - Merek. Kemudian menerapkan SOP yang serupa. Hingga kendaraan berhenti.
Tepat Menganalisa. Amankan Keluarga
Kami menepi di tengah hutan karet. Hampir tak ada manusia. Kecuali lalu lalang kendaraan pelintas luar kota.
Matahari hampir terbenam. Pikiran saya bercabang antara: Menganalisa kerusakan, upaya perbaikan, dan: Menyelamatkan keluarga.
Terlalu berbahaya membiarkan keluarga di tengah hutan. Dengan kondisi yang hampir gelap. Apalagi saya membawa si bungsu yang baru berumur tiga tahun.
Untungnya. Mobil yang saya kendarai ini memiliki komunitas. Meskipun usianya tua. 22 tahun. Sebaya dengan adik saya yang pengusaha Bouqet itu.
Alhamdulillah. Anggota komunitas yang juga mekanik setempat (Siantar) sedang ada di Medan. Di toko sparepart pula. Maka ketika saya berhasil menghubunginya, analisa kami sama: Timing Belt putus. Harus diganti.
Setelah memastikan sparepartnya ada, saatnya menyelamatkan keluarga. Kami harus memindahkan kendaraan ini ke lokasi yang lebih ramai. Bisa kembali ke arah kota. Atau ke luar kota. Yang penting aman.
Pilihan lantas dijatuhkan. Kami kembali ke pintu masuk kota Siantar. Minta 'dinapkan' di SPBU. Yang buka 24 jam. Yang tetap ada orang. Sambil menunggu mekanik dan sparepartnya datang.
Untuk memindahkan kendaraan ke SPBU, kami membutuhkan mobil derek. Kalau memanggil derek resmi, bisa kena jutaan. Terlalu mahal. Masih ada cara yang lebih murah. Meminta bantuan truk ringan pengangkut logistik. Atau angkot.
Sebenarnya ada dua atau tiga kendaraan pribadi yang menghampiri kami. Mereka menawarkan bantuan. Saya tak tahu kenapa. Mungkin kasihan melihat kami yang membawa anak kecil. Atau karena saya yang menggunakan lobe (kopiah)? Entahlah.Tapi karena masing-masing kami tak memiliki tali. Proses derek itu urung terjadi.
Perbaikan Selesai dan Langsung Pulang
Kami tiba di SPBU menjelang maghrib. Setelah ditarik angkot. Untung supirnya baik. Tak mematok harga. Dan tarikannya lembut.
Sebenarnya, lebih layak kalau keluarga diinapkan di hotel. Kami bisa beristirahat. Dan menunggu sampai sparepartnya datang.
Namun saya harus pulang saat itu juga. Karena keesokan harinya, harus menjadi penguji Ujian Kompetensi bagi Paket Penyetaraan Vokasi.
Yang ditunggu akhirnya datang. Tepat pukul 01.30 dini hari. Setelah dinanti-nanti selama 7 jam lebih. Istri dan anak-anak menginap di musala galon.
Saya tak habis-habisnya mengucapkan terima kasih kepada sang mekanik. Putra. Penduduk asal Binjai. Yang menetap di Siantar. Karena setelah dilakukan perbaikan selama 2 jam. Kendaraan kembali pulih.
Tepat pukul 04.00, kami kembali menuju Medan. Melalui jalan tol lintas Sumatera. Dan tiba pukul 06.30. Sempat tidur selama setengah jam. Saya kembali berangkat tugas ke Binjai pukul 07.15.
Pengalaman ini sengaja saya tulis sebagai bekal bagi anda yang akan mudik dengan kendaraan pribadi. Sebab, kita tidak pernah tahu kejadian apa yang akan menimpa kita.
Namun jika dihadapi dengan sikap yang tenang, segala permasalahan yang mungkin timbul selama arus mudik, akan lebih mudah di atasi.
Semoga perjalanan mudik anda nyaman, menyenangkan, dan juga aman. Selamat berkumpul dengan keluarga.
Akhirul kalam, saya dan keluarga mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1440 H. Minal 'Aidin Wal Faidzin. Mohon maaf lahir dan batin.
Post a Comment