Ahok dan Eli
Sukunya Jawa. Tapi oleh temannya dipanggil Ahok. Mungkin
karena matanya yang sipit.
Saya memintanya menghadap beberapa hari yang lalu. Penyebabnya
ini: banyak huruf “A” pada namanya di daftar hadir.
Dia menjumpai saya dengan membawa kebiasaannya:
Nyengir.
Ahok memang tipe siswa yang gampang senyum. Dia juga lasak
dan nggak bisa diam. Tapi bukan di dalam kelas. Melainkan setelah jam pulang sekolah. Itu kesimpulan saya seperti
pada bagian lanjut tulisan ini.
Ketika masa prakerin (praktek kerja industri)-magang-
dulu, saya menempatkan Ahok pada bengkel resmi. Cabang utama pula.
Menurut kolega saya yang memberi referensi, Ahok memiliki
sikap yang bagus. Dia juga punya modal pengetahuan dan keterampilan yang cukup.
Syarat-syarat itu yang memang harus dimiliki siswa yang akan ditempatkan di
bengkel resmi.
Setelah beberapa menit interogasi santai, akhirnya terungkap
penyebab ketidakhadirannya. Yang mengotori daftar hadir itu.
Juga penyebab keterlambatannya. Padahal jarak antara rumahnya
dengan sekolah hanya selemparan bola kasti. Kurang dari 30 meter. Belum
sebanding dengan saya. Yang sejarak seluncuran rudal Sukhoi Su-33 Rusia, R-73M.
Yang berdaya jangkau 30-40 kilometer itu.
Maka sambil tersenyum renyah Ahok mengaku, bahwa ia
kelelahan bekerja. Sehabis jam sekolah, ia langsung menuju ke bengkel sepeda
motor. Milik kerabatnya. Dia bekerja paruh waktu di situ.
Pulang sebelum habis cahaya merah di ufuk barat, Ahok
tidak langsung bisa beristirahat. Karena dia harus melanjutkan perjuangan mencari
rupiah. Dengan lakon penjaga parkir sebuah kafe.
“Kalau malam minggu bisa sampai dini hari pak. Jam 3
pagi pun pernah,” sergapnya menggebu-gebu. Saya mengangguk paham. Menyelami makna
tatapan retina anak yatim itu.
Terkait disiplin dalam pendidikan, Ahok memang salah. Tapi
jika temanya semangat bekerja yang harusnya dimiliki siswa-siswi SMK, Ahok pantas
disebut juara.
Sebutan yang pekan lalu disematkan untuk Eli Ezer. Siswa
yang ada di foto ini. Ketika menyaksikan medalinya dipajang di atas lemari ini.
Ahok dan Eli memang juara. Cuma bedanya, kalau Eli dibimbing
dulu baru kemudian mendapat gelar, sedangkan Ahok mendapat gelar dulu baru
dibimbing.
Karena itu semua demi masa depannya kelak. Kita tidak
mau ia terpeleset pada lap terakhir masa belajarnya. Yang sudah mau finish.
Post a Comment