Pendidikan di Era Corona
Karena Corona, Pemerintah Jepang menutup semua sekolah
hingga akhir Maret. Dua hari lalu, Perancis juga sudah meliburkan 120
sekolahnya. Amerika pun menyusul mengambil tindakan serupa. Lalu Iran. Yang
menjadi pusat penyebaran baru. Menyusul terinfeksinya wakil presiden mereka.
Sementara Hongkong dan China sendiri kabarnya terus
meliburkan sekolahnya hingga April.
Di dalam negeri, satu sekolah internasional di Jakarta
Selatan juga meliburkan muridnya hingga dua pekan ke depan. Setelah salah satu
pengajar mereka terindikasi terpapar virus Corona.
Pada kondisi mewabahnya penyakit seperti ini,
lingkungan sekolah memang menjadi lokasi
yang dicurigai menjadi penyebaran virus. Karena menjadi pusat kerumunan
massa.
Lalu? Bagaimana dengan nasib pendidikan pada era
Corona ini? Apakah proses pembelajaran harus terhenti? Apalagi setelah
sekolah-sekolah terpaksa harus libur untuk mencegah penyebarluasan penyakit?
Perkembangan teknologi membuat pendidikan menjadi
mudah dijangkau siapa saja. Sehingga tetap
harus berjalan. Tidak sangat sulit lagi seperti harus memisahkan garam di
lautan.
Saat ini tersedia opsi pembelajaran jarak jauh dengan
memanfaatkan ‘kelas maya.’ Apakah itu melalui video conference. Atau pembuatan
kanal-kanal pendidikan di yutub. Yang membuat, prediksi praktisi teknologi, yang menyebut bahwa
pendidikan pada masa depan tidak lagi membutuhkan ruangan kelas atau meja
belajar, hampir nyata.
Hanya saja sepanjang pengetahuan saya, pembelajaran jarak
jauh seperti itu cocoknya diterapkan pada kalangan usia tertentu. Atau masuk
kategori pembelajaran dewasa.
Lalu bagaimana dengan pembelajaran pada anak usia
dini?
Karena anak-anak itu berasal dari keluarga,
orangtuanya memiliki peran besar pada masalah ini. Ini berarti bahwa orang tua
di rumah, harus kembali kepada kodratnya. Yaitu menjadi pendidik yang pertama
dan utama terhadap anak-anaknya.
Orangtua, apapun profesinya, harus siap menjadi guru. Atau
belajar bagaimana nikmatnya menjadi guru. Atau berhenti berkeluh kesah, dengan tidak
lagi mengatakan: urusan pendidikan anak-anakku adalah urusan gurunya di
sekolah.
Kalau sudah begini, saya jadi ingat dengan pernyataan
Ki Hajar Dewantara: “Jadikan setiap tempat sebagai sekolah. Dan jadikan setiap
orang sebagai guru.” (sap)
Post a Comment