Curiga Dua Organ




Kabar baiknya, mamak mendapat perlakuan layaknya pasien VIP dari dua orang dokter. Meskipun dirawat dengan status pasien BPJS kelas 3.

Kabar buruknya, ada dua organ yang diduga kinerjanya menurun. Sehingga mengganggu kesehatan mamak secara umum.

Ketika saya tengah mondar-mandir mencari kekurangan darah, Fika mengirim foto ke wa.

Tampak tangan kanan dokter sedang memegang transducer - sensor ultrasonografi yang bertugas mengirimkan gelombang dengan frekuensi tertentu - pada perut mamak.

Hasilnya, dokter Ali curiga dengan riwayat benjolan yang pernah tumbuh pada rahim mamak. Yang pernah menyebabkan pendarahan. Yang pernah diangkat pada bulan Januari tahun 2017 silam. Di rumah sakit Imelda Medan.

Apalagi setelah mendengarkan penjelasan kami. Bahwa mamak pernah kembali mengalami pendarahan setelah operasi pertama itu. Ketika tinggal di kampung. Merawat nenek yang sakit-sakitan.

Maka untuk menuntaskan diagnosisnya, dokter Ali Musein sampai harus kembali memeriksa mamak. Tepat ketika saya harus menjemput darah di kantor PMI cabang Medan.

Kecurigaan kedua datang dari Agnes. Dokter mungil berwajah oriental. Yang telaten, gesit, dan juga lugas, tentang fungsi ginjal mamak.

Bagian inilah yang paling saya khawatirkan. Terutama sejak mamak harus rutin mengkonsumsi obat dalam dua tahun terakhir.

“Semua indikator menunjukkan fungsi ginjal ibu menurun. Apalagi keasaman darah. Bahkan setelah kita berikan infus ini, kadar asam darahnya juga belum normal,” katanya ketika berusaha meyakinkan mamak tentang tindakan medis yang paling mendesak untuk dilakukan.

“Karena ginjalnya sudah tidak mampu lagi membuang racun, cuci darah merupakan tindakan yang paling urgent untuk saat ini. Karena kalau tidak, ibu akan kembali kejang-kejang. Bahkan resikonya bisa fatal.”

Kamis subuh tadi mamak memang kembali kejang-kejang. Kata Fika, durasinya berkisar lima menit.

Kenapa organ-organ mamak cenderung menurun fungsinya beberapa tahun ini?

Jujur saya akui, mamak memang sosok pekerja keras. Ketika saya TK, mamak sudah bekerja di pabrik sirup rasa raspberry yang terkenal itu.

Namanya pabrik, jam kerjanya hingga malam. Apalagi kalau sedang banyak orderan seperti ketika puasa menjelang lebaran.

Lepas dari pabrik sirup, mamak berjualan kue basah. Membuat beberapa ratus potong per hari untuk diedarkan oleh sepupu saya. Atau menerima tempahan dari orang lain.

Ketika saya SMA, mamak bekerja di pabrik mebel. Jam kerjanya dari pagi hingga selepas Ashar. Pulangnya, mamak masih sempat mengerjakan orderan untuk membuat kue. Ataupun rengginang.

Saya bisa seperti sekarang ini ya karena kerja keras mamak.

Kalaupun toh akhirnya saya mulai mandiri dengan diterima kerja di Astra ketika pertengahan kuliah, mamak tetap menunaikan kewajibannya sebagai orangtua. Membayar uang pendidikan, yang ketika itu masih Rp 250 ribu per enam bulan.

Apa karena kerja keras itu mamak sampai mengabaikan kesehatannya?

Tadi malam pangkal leher mamak sudah dipasang double lumen. Selang khusus yang akan digunakan untuk cuci darah. Semoga setelah dihemodialisis keadaan mamak sudah lebih baik. Sambil berharap cuci darah ini tidak dilakukan secara permanen.

Dalam kondisi seperti ini, menyesali dan larut dalam haru biru tak banyak membantu.

Kecuali terus berusaha dan berdoa.

No comments