Tauke Masker
Tekanan itu
yang membuat Sisca kreatif.
Saya baru
mengenalnya beberapa tahun ini. Sebagai marketing asuransi. Kadang menjual minuman
penurun berat badan. Mainan anak-anak. Baju mamak-mamak. Mulai dari bagian yang luar,
hingga bagian ……....
Dan banyak lagi.
Dan banyak lagi.
Kedatangan Covid 19, membuat Sisca mendapat julukan baru: Tauke Masker. Karena nilai
transaksi per bulannya sudah mencapai…. Bismillah: 30 juta rupiah.
Melalui timeline
FB nya, saya merasakan kewalahan Sisca untuk memenuhi pasokan pemesan. Sambil bercerita,
Sisca ingin membagi berkah yang ia dapat selama Covid mewabah. Siapa tahu ada
yang bisa kecipratan rezeki.
Berikut petikannya.
“Berawal dari
sebuah tekat untuk banting stir, aku yang buta sama sekali tentang kain. Bahkan
kalau kancing baju putus saja aku langsung memusiumkan itu baju (karna gak
pernah jahit). Tapi kini akhirnya aku tahu semua nama bahan kain. Sampai bisa
pasang payet dan berusaha terus belajar.
Hidup .....!! Gak pernah tahu ke depan seperti apa!! Yang
penting berusaha untuk tidak minta-minta. Itulah yang jadi pegangan hidupku.
Kalau aku
ingat-ingat kembali. Ketika awal aku merintis usaha masker sendiri, pengen
nangis !! Aku hanya bermodalkan kain 2 meter beda warna. Datang ke sebuah pasar
yang aku tahu banyak penjahit disana.
Saat itu belum
ada satu pun yang kefikiran untuk buat masker dari kain. Dan pemerintah juga
tidak menyarankan orang sehat pakai masker.
Aku ingat
sekali. Dua meter kain itu aku dekap di dadaku, layaknya sebuah harta. Jujur
saja ... karena uang ku yang tersisa hanya cukup untuk membeli kain itu. Aku
memasukan karet masker di tas ku. Dan membawa uang hanya 150 ribu. Karna aku
baru saja membayar biaya kost.
Lalu aku hampiri satu persatu tukang jahit yang sedang sibuk.
"Bapak ... maaf bisa buat masker, nanti saya ajari caranya!!"
"Bapak ... maaf bisa buat masker, nanti saya ajari caranya!!"
Si bapak menatap ku dengan tatapan aneh, sinis dan hempas
manja.
Sepertinya dia berkata dalam hati :
"Husss…husss
sana….Nggak... nggak bisa, jahitan saya banyak".
Oke ... fine ... kataku dalam hati
Aku pindah ke tukang jahit selanjutnya. Reaksinya lebih
parah. Dia cuma ngelirik, tanpa basa-basi. Lalu melanjutkan jahitannya.
Mungkin dalam
hati berkata: "Yaelahhhh mending gue jahit kebaya, 1 baju dapat 500
rb".
Hampir 10 toko ku masuki dan semua menolak. Semua
mengabaikan ku.
Sampai aku lihat sebuah kedai jahit di sebuah sudut yang
sepi. Di mana seorang ibu duduk termenung. Tatapannya kosong. Wajahnya lesu. Aku
coba menyapanya.
"Bu ... maaf bisa jahit masker?" Si ibu
terperanjat dari lamunannya, dengan salah tingkah dia menyuruhku mengulang
kata-kata ku.
"Ibu bisa jahit masker,nanti saya ajari
caranya!!"
Dengan logat melayu..
"Hah.....hah
kayak mana itu dek"
Lalu dengan
rinci aku menjelaskan apa yang aku mau ....
"Bisa bu ??
Coba aja dulu, salah gpp. Atau kalau ibu ada kain perca, ayookk kita coba dulu
ibu latihan pake kain perca,udah oke ibu baru pakai kain ini".
"Ya udah
boleh lah dek, ibu juga gak ada jahitan".
Aku tongkrongi sampe si ibu pintar. Sampai akhirnya dia
dapat orderan ratusan dari ku. Full jahit masker untukku.
Ternyata gosip cepat menyebar disana. Banyak yang
intip-intip waktu aku kasih upah ke si ibu.
Mulai lah ketika
mereka lihat muka ku berlalu lalang menyapa. Tak ayal lagi ada yang berani
nyetop aku lewat hanya untuk minta jahian masker.
Aku tetap ramah dengan mereka semua. Aku juga izin ke si
ibu. Jika dia gak sanggup jahit ratusan. Apakah boleh aku berbagi dengan
tukang-tukang jahit sebelahnya. Dan si ibu mengizinkan.
Aku berterimakasih sama si ibu karna rela berbagi rezeki
dengan orang lain.
Si ibu juga berterimakasih kali dan sangat bersyukur bisa
ketemu aku. Dan di kasi jalan rezeki melalui aku. Tukang-tukang kain disana
juga happy. Karena aku mulai beli bahan baku dari mereka.
Kini aku juga mulai memikirkan bagaimana agar tukang
payet juga kebagian rezeki.dan bukan cuma jadi penonton.
Aku juga gak pelit ilmu, untuk ngajari tukang jahit yang
mau jual untuk sendiri.
Akhirnya roda ekonomi disana berjalan lagi.
Rezeki dari Allah memang tak terhingga. Begitu aku dapat
banyak tukang jahit. Begitu pula banjir orderan dari kantor-kantor.
Kini kalau aku datang kutip masker ke para penjahit, mereka
suka becandain dengan panggil aku "Pagi tauke ...., tauke segar kali hari
ini ".
"Pagi
bapak.... awas corona, jahitnya dirumah aja ya…."
Begitulah caraku becanda dan memulai hari....
Namun ....
Memulai usaha itu gak semudah ucapan Bob Sadino: Di
jalani aja udah .....!! Gak begitu....
Masker ku pernah gak dibayar jutaan, dan orangnya ngeles
dan lari. Kemaren sempat ibuku minta di carikan tukang jahit buat masker petak.
Udah dapat tukang jahitnya, kain di cincang-cincang, ehhh tukang jahitnya
lambaikan tangan ke kamera.
Belum kelar cobaan itu, nenek ku sakit. Harus opname.
Tukang jahit jerit karet habis. Kain habis, dan banyak lagi masalah lain.
Takut corona ....????
Iyahh pasti ......!!!!
Tapi Alhamdulillah aku sekarang menggaji orang. Bukan di
gaji. Jadi apakah bisa aku kerja dari rumah saja. ( dilema yang sulit).
Aku hanya bisa berpasrah .....!! Dengan tetap jaga
kebersihan.
Kini aku pekerjakan juga tetangga -tetangga sebelah gang
rumah mama ku. Tiap hari mereka bisa gajian. Seneng rasanya,bisa kasi mereka
uang.
Dan kini aku mulai kurangi aktifitas di luar. Semua sudah
bisa di remote dari rumah. Para penjahit juga pada stor masker kerumah.
Dan aku berharap, jika pandemic ini berakhir, para
penjahit ini tetap bisa aku beri pekerjaan lain. Dan aku yakin selama kita mau
berusaha, Allah selalu bukakan jalan rezeki. Aamiin…”
Sisca Jayanti
Post a Comment