Katalog Otak di Titi Gantung



Inilah pasar buku yang ramah untuk kantong. Letaknya di jantung kota Medan. Tempat pedagang menggelar lapaknya pernah pindah tiga kali. Namun uniknya, namanya tetap sama: Titi Gantung.

Saat datang agak pagi, saya langsung ‘ditampung’ oleh Dani. Dia pedagang pertama yang membuka kiosnya.

“Oooohh….., ada itu bukunya bang,” jawabnya semangat ketika saya sebut judul buku yang dicari.

Dani belum terlalu lama jualan buku di Titi Gantung. Baru sejak tahun 2002. Banyak yang lebih senior dari dia.

Termasuk seorang kakek yang kiosnya berada tepat di depan undakan anak tangga. Sepulang dari kiosnya Dani, saya melihat kakek itu tersenyum sabar menunggu pembeli.

Meskipun masuk kategori pedagang baru, namun Dani mengalami nikmatnya jualan berpindah-pindah.

“Tahun 2004 kami digeser ke Lapangan Merdeka bang. Waktu itu masih di bawah,” kenangnya.

Tangannya sigap mencari buku yang saya minta. Namun tidak ketemu. Ternyata ada di kios sebelah. Milik adiknya. Biasanya datang selepas Zuhur. Hadddeeeehhhh….

Pedagang buku di Titi Gantung direlokasi ke lapangan merdeka. Karena jembatan peninggalan Belanda yang dibangun tahun 1885 itu hendak dimake up.

“Tahun 2014 kami dipindah lagi ke jalan Pegadaian bang. Di situlah pembelinya agak rame. Baru pas tahun 2017 lah kami dipindah lagi ke sini.”

Lokasi Dani berjualan sekarang ini persis di depan stasiun kereta api. Sejumlah 190 an kios pedagang tergelar di lantai 2. Bagian bawahnya digunakan untuk parkir. 

Sarana penunjang lain juga tersedia. Semisal kantin, musala, dan toilet. Namun ya itu, kebersihannya memprihatinkan.

Oleh Pemko Medan, pedagang diberikan hak pakai kios. Gratis.

“Paling bayar uang keamanan aja bang,” kata Dani.

Saat menunggu itu lah saya melihat banyak pembeli yang nyangkut. Dani menjawab ketersediaan buku yang dicari tanpa bantuan katalog.

Dia mengaku hafal ratusan judul buku. Semuanya sudah ada di otak. Plus nama pengarangnya. Plus nama penerbitnya. Plus tahun pencetakannya. Plus keasliannya.

Pasar buku murah Titi Gantung, bagaikan perangko bagi amplop kota Medan. Dia akan terus melekat. Menyediakan bahan bacaan yang terjangkau. Mencerdaskan penduduknya. Sekaligus, menjaga minat baca anak-anak mudanya.

Baru jam 10 pagi. Adiknya Dani baru datang 2 jam lagi. Daripada buang waktu, saya lebih memilih membuka situs suryaman.id.

Oleh: Suryaman A


No comments