Hutan Beton di Kompleks Kebun Deli


Bagi yang bingung keterangan fotonya. Saya punya ceritanya sekelumit.




Sekitar tahun 1986 hingga sebelum tahun 1990-an. Saya sering diajak paman melihat pesawat capung milik kebun PTPN IX (sekarang PTPN II). Bersepeda kami dari rumah. Saya dibonceng pada rangka bagian depan. Dan berhenti tepat pada balok beton yang sudah bergelimpangan itu.

Di antara dua balok beton itu, terbentang rata tiga baris pipa besi. Paman saya menghentikan sepedanya tepat pada aspal jalan di bagian tengah pipa itu. Di atas saluran air yang tidak terlalu lebar. Kemudian menyanggahkan sepedanya.

Setelah yakin sepedanya kokoh bersandar, tangannya lalu menunjuk lurus ke hamparan hijau sejauh mata memandang.

“Tengok-tengok. Itu pesawatnya man,” telunjuknya mengarah ke satu pesawat yang baru saja mendarat. Lalu berjalan pelan menuju hanggar. Satu pesawat lain sudah terparkir di situ.

Bendera penunjuk arah angin berkibar-kibar pada ujung landasan yang tidak beraspal. Dari kejauhan, nampak petugas kebun berjalan mondar-mandir. Ada yang membawa jeriken besar. Ada yang mengutak-atik traktornya. Macam-macamlah. Namanya anak-anak. Melihat pemandangan itu berasa indah.

Sayangnya. Pemandangan hanggar pesawat capung yang tugasnya menyiram pestisida pada tanaman tembakau itu telah punah. Semuanya kini telah berganti menjadi hutan beton.

Padahal. Panorama alami yang disajikan kebun PTPN itu bisa mempercantik pinggang kota Medan. Rapinya penataan tanaman pada kawasan kebun, bisa disandingkan dengan perkembangan kota yang makin meluas.

Tapi ya begitulah. Entah siapa yang tamak. Sehingga konsep perkebunan Deli Megapolitan yang pernah saya baca. Diubah menjadi kawasan hunian eksklusif yang terkesan rakus. Dibangun secara membabi buta. Mengabaikan konsep estetika yang dahulu sering kami nikmati.

Mungkin ada yang lupa. Bahwa kota Medan maju dan berkembang karena hasil kebunnya

No comments