Sakit Parah Tak Halangi Jenderal Sudirman untuk Lakukan Perang Gerilya. Ini Kisah Perjuangannya




Jenderal Sudirman pernah bergerilya demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kisah perang gerilya Jenderal Sudirman merupakan satu bukti kepahlawanannya. Dan salah satu episode penting dalam sejarah perjuangan Indonesia.


Yang lebih heroik, perang gerilya ini dilakukan meskipun kondisi beliau sakit parah.

Perang Gerilya Merespon Agresi Militer Belanda II

Salah satu kiprah Jenderal Sudirman dalam mempertahankan Indonesia adalah perang gerilya yang berlangsung pada akhir Desember 1948 awal Juli 1949.

Gerilya adalah cara berperang sembunyi-sembunyi dan menyerang dengan tiba-tiba. Selama perang gerilya, pasukan yang dipimpin Jenderal Sudirman melalukan penyerangan ke pos-pos yang dijaga Belanda atau saat konvoi. Strategi perang gerilya ini bertujuan untuk memecah konsentrasi Belanda.

Perang gerilya itu merupakan respon Indonesia atas Agresi Militer II yang dilancarkan oleh Belanda. Pada 14 Desember 1948, Belanda kembali masuk ke Indonesia dan melakukan penyerangan di beberapa wilayah, terutama di Jawa. Belanda menyerang ibu kota Indonesia saat itu, Yogyakarta, dimulai dari Pangkalan Udara Maguwo. Mereka berhasil menguasai Yogyakarta pada 19 Desember 1948.

Bagi Jenderal Sudirman, tidak ada kata menyerah. Beliau adalah orang yang gigih pendirian dan berusaha secara maksimal, meskipun kondisinya menyulitkan. Saat menguasai Yogyakarta, Belanda terus menerus melakukan serangan.

Hingga pada 22 Desember 1948, Jenderal Sudirman memutuskan untuk meninggalkan Yogyakarta untuk memulai gerilya. Sebenarnya, saat itu, Jenderal Sudirman sedang mengalami sakit tuberkulosis (TBC). Kondisi itu membuat paru-paru beliau hanya berfungsi 50 persen.

Memang sebelumnya saat Jenderal Sudirman berdiskusi dengan Presiden Soekarno, Presiden memintanya untuk beristirahat karena kondisinya yang sedang sakit.

Namun, menurut ahli sejarah, Jenderal Sudirman justru menjawab “Tidak, Bung! Saya tetap bersatu dengan rakyat. Karena sesuai dengan ucapan saya, saya harus bergabung dengan rakyat, menentukan kemerdekaan Indonesia.” Perang gerilya membutuhkan perjalanan panjang di mana Jenderal Sudirman dan pasukannya harus keluar masuk hutan dan melewati jalur pedesaan.

Sampai akhirnya saat kondisi kesehatan Jenderal Sudirman memburuk dan tidak kuat berjalan. Jenderal Sudirman ditandu oleh para prajuritnya yang setia.

Memimpin dengan Pemikiran Strategis

Meski sedang sakit, Jenderal Sudirman tetap mampu memberikan strategi perang yang baik dan bisa memotivasi pasukannya. Beliau memang tidak berperang langsung, namun pemikirannyalah yang memimpin para prajurit. Dengan taktik perang gerilya Belanda jadi kebingungan karena ada serangan yang dilakukan secara tiba-tiba.

Di samping itu, Jenderal Sudirman juga menyiapkan sebuah serangan yang direncanakan dengan matang. Serangan itu dilakukan pada 1 Maret 1949 pagi serentak di seluruh wilayah Indonesia.

Fokus serangan itu adalah di ibu kota Indonesia, yaitu Yogyakarta. Pada 1 Maret 1949 pukul 06.00 WIB, sirine di seluruh penjuru kota Yogyakarta dibunyikan sebagai tanda serangan dimulai.

Selagi Jenderal Sudirman bergerilya di pelosok desa, serangan di Yogyakarta itu dipimpin oleh Letkol Soeharto, Ventje Sumual, Mayor Sardjono, Mayor Kusno, Letnan Amir Murtopo, dan Letnan Masduki.

Strategi perang gerilya yang dilakukan dari provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur itupun membuahkan hasil. Akhirnya Belanda pun berhasil dipukul mundur.

(FOTO LANGKA JENDERAL SOEDIRMAN)


No comments