Bakso Manusia (Bagian 2)

 


"Tolooonngg ...." teriak seorang wanita yang berwajah hancur.

"Sakiiitt ..." rintihnya lagi.

Dengan cara mengesot, wanita itu berusaha meraih Wawan. Beberapa kali Wawan melangkah mundur, namun semakin pula wanita itu berusaha menggapainya.

Wawan kini tak dapat melangkah, seakan tak memiliki tenaga saat melihat pemandangan di depannya. Satu persatu tubuh sosok wanita itu terlepas, kemudian bagian perut menumpahkan isinya. Bau anyir menyeruak, seiring dengan darah yang mulai mengalir. 

 Tak lama kemudian kepalanya juga ikut terlepas dan menggelinding ke arah Wawan.

Peluh mulai membasahi wajahnya, menelan saliva pun Wawan terasa sangat sulit. Kepala tanpa raga itu mulai membuka matanya. Ya, tepatnya mendelik ke arah Wawan.

"Kau harus bantu aku! hihihi," ucap wanita itu.

"Ka-mu siapa?" tanya Wawan terbata.

Belum sempat sosok itu menjawab, tubuh Wawan diguncang oleh seseorang. 

"Mas, bangun!" ucap Eni sambil menepuk pipi suaminya.

Betapa terkejutnya Wawan setelah membuka mata. Sosok wanita tadi kini digantikan oleh wajah sang istri yang rata ditutupi oleh masker.

 "Aaaaa!" teriak Wawan.

"Apaan sih Mas, ini aku istrimu!" jawab Eni kesal.

"Dasar, mimpi kok kebablasan," ucapnya lagi.

"Aduh Dek, lain kali cuci muka kalau mau tidur," ucap Wawan sambil mengusap wajahnya.

"Maaf Mas, tadi adek ketiduran," jawabnya sambil nyengir.

***

Keesokan paginya, Wawan beraktifitas seperti biasa. Mengantar jemput penumpang dan mengobrol dengan teman seprofesinya.

Saat melintas depan warung bakso Bang Gugun, terlihat banyak pengunjung. Perutnya mulai keroncongan saat mencium aroma bakso yang menyeruak. Ia sebenarnya ingin mampir, namun setelah kejadian kemarin membuat mengurungkan niatnya.

Wawan membelokkan motornya untuk kembali ke pangkalan. Namun tiba-tiba Bang Gugun menepuk pundaknya dari belakang.

"Kenapa nggak mampir Mas?" tanya Bang Gugun.

"Saya ..." ucapnya terpotong.

"Sudah, lupakan kejadian kemarin. Yuukk, kita masuk," ajak Bang Gugun.

Wawan mengekori langkah Bang Gugun dan masuk ke warung. Cacing di perutnya menabuh irama kegirangan, sebab sebentar lagi akan masuk makanan lezat.

Sambil menunggu bakso datang, entah kenapa dia merasakan firasat kurang enak. Namun ia masih belum mengerti arti firasatnya.

"Baksonya Mas," ucap Suryana sambil menaruh mangkok berisi bakso.

"Loh, Mbak Yana kerja disini? terus warung mbak sendiri gimana?" cecar Wawan.

"Iya Mas, sudah saya jual terus kerja sama Bang Gugun," jawabnya sambil tersenyum dengan pipi merona.

Aromanya begitu menggugah selera. Wawan tak menghiraukan Yana yang sudah berlalu. Kini mangkoknya sudah dipenuhi oleh irisan kubis, saos serta kecap. Tak lupa pula dengan tambahan kerupuk 2 bungkus serta sambal.

Satu buah pentol besar kini terbagi dua dan terlihat cincangan daging di tengahnya. Dalam sekejap berpindah ke mulut Wawan. Dia begitu menikmati setiap gigitan pentol yang adonannya sedikit tepung itu. Suara "kress" terasa begitu mengunyah tulang lunak yang bercampur dengan pentol.

Saat hendak memakan pentol yang kedua, ia tak sengaja melihat sekelebat bayangan hitam melintas dengan cepat dari arah dapur. Bayangannya hampir sama dengan mimpi semalam.

Seketika ia mengingatnya lagi, namun Wawan segera menepisnya dan menganggap hanya halusinasi saja. Ia kembali mengaduk  bakso serta menyendok kuah dan memasukkan ke mulutnya.

Entah kenapa perutnya terasa mual dan ingin muntah. Apalagi aromanya kini bercampur dengan aroma aneh. Beberapa kali ia mencoba mengendus asal aroma tersebut, tetapi tak berhasil.

Karena takut menyinggung perasaan Bang Gugun lagi, akhirnya ia terpaksa tak menghabiskan baksonya dan bergegas membayar.

"Loh, kok tumben nggak dihabiskan mas?" tanya Bang. Gugun.

"Nggak apa-apa Bang, saya lagi nggak enak badan," jawabnya berbohong sambil menyodorkan uang sepuluh ribu.

"Ya sudah, semoga cepat sembuh ya. Ini kembaliannya tiga ribu," ucap Bang Gugun.

Wawan melajukan motor ke pangkalan untuk bergabung dengan teman-temannya. Kejadian tadi serta mimpi mulai menari-nari dalam benaknya, lagi-lagi ia tak menanggapi secara serius.

Sesampai di pangkalan, beberapa teman sudah berkumpul dan sedang membicarakan bakso Bang Gugun.

"Apa kalian nggak curiga dengan bakso Gugun, kok bisa semurah itu?" tanya Nanang.

"Lha, kan dia pengen pulang kampung secepatnya," jawab Wawan.

"Tapi nggak segitu juga Wan, jangan-jangan daging hewan," ujar Nanang lagi.

"Terus kalau bukan hewan, dagingmu gitu?" tanya Santoso menimpali.

"Ya maksudnya daging tikus atau sejenisnya," jawab Nanang cemberut.

"Hush, jangan suudzon entar malah berujung fitnah," jawab Santoso.

Mereka kemudian tertawa sambil menggoda Nanang. Bagi mereka, bakso Bang Gugun merupakan penolong karena harga yang sangat murah dan rasanya sangat lezat. Tak perlu lagi bolak balik ke rumah jika saatnya makan siang.

Mereka tak memiliki kecurigaan apapun, sebab hampir setiap hari Santoso atau Wawan mengantar Bang Gugun ke Pasar.  Apalagi Bang Gugun terkenal ramah, rasanya tak mungkin melakukan hal aneh.

Bersambung 

Sumber

No comments