(R)Evolusi Angkot
Mulut supir angkot itu tiba-tiba bersumpah serapah: “Oooohh….. Memang bod*t kau. Cari mati kau,” cetusnya kesal. Kalimat berikutnya serasa nggak layak untuk ditulis. Karena menyebutkan anggota organ vital manusia dewasa semua.
Dia begitu karena diujung
kaget. Sebab ada pengendara motor dari arah berlawanan yang tiba-tiba nyelonong.
Lalu menyeberang. Kemudian memutar haluan. Persis di depan angkutan kota yang
saya tumpangi.
“Orang nyari sehat aja
susah. Ini mau cari mati,” sambung penumpang yang duduk di depan
memanas-manasi. Kakinya ditumpangi ke atas dashboard. Mukanya nampak kesal
namun agak lebih santai.
Hari itu saya memang naik
angkot lagi. Setelah 19 tahun tidak.
Kali terakhir saya naik
Sudaco, sebutan orang Medan untuk jasa angkutan yang terkenal kencang dan nekat
itu sekira 19 tahun yang lalu. Sudah sangat lama. Persisnya tahun 2003. Ketika masih
mahasiswa, yang sedang menjalani masa magang.
Setelahnya sudah tidak
mengangkot lagi. Karena beralih ke sepeda motor. Yang dibeli secara nyicil.
Sembilan belas tahun
lamanya, angkot di Medan lambat berevolusi. Auranya masih begitu-begitu saja. Malah
saya anggap banyak yang downgrade secara kualitas interior.
Ingat sekali saya rerata
model angkot semasa SMP. Interiornya mewah. Paket soundnya lengkap. Selain ada
tape Hi-Fi, di ujung bangku penumpang dilengkapi corong-corong speaker besar. Yang
kalau di putar music bergenre disco akan memunculkan efek Nge-Bass. Yang tanpa
ampun.
Music yang diputar itu
biasanya menunjukkan karakter dan siapa yang ada dibalik kemudi angkot. Kalau yang
diputar lagu Rama Aiphama, biasanya usia si supir sudah agak tua. Kalau yang
diputar lagu-lagu dari grup band bergenre balada cinta seperti Stinky, biasanya
si supir berusia jelang dewasa.
Namun jika yang diputar
lagu bergenre house music seperti dari Barakatak, bisa dipastikan si supir
masih di bawah 20-an tahun. Berkacamata hitam. Kadang bergaya rambut Pompadour
ala David Beckham.
Begitulah sudaco. Semuanya
berevolusi menurut zamannya.
Baik dari jumlah
penumpang maupun gaya supirnya. Dari yang dulu bertarif Rp150,- jauh dekat,
hingga bertarif Rp8000 sekali jalan. Dari yang dulu wajah penumpangnya tirus,
sekarang membulat. (sap)
Post a Comment